Sabtu, 15 Desember 2012

Najm, Bukan Kaukab!

Setiap orang pasti ingin menjadi Najm, bukan Kaukab.
Padahal sama-sama bintang.
Najm bintang, Kaukab bintang.

Kenapa semua ingin menjadi Najm ?

Selasa, 11 Desember 2012

Dhiya' dan Nur

Aku dan Kamu.
Dhiya' dan Nur.
Saling mengikat, saling mengingat.
Menerangi semesta hingga benderang.
Aku Dhiya', Kamu Nur.
Aku yang mengangkasa, yang membahana.
Yang memenuhi bumi dengan cahaya, benderang.
Kamu pantulkan aku, cahayamu remang.
Tapi putihkan hitam di kelam malam.
Aku Dhiya', Kamu Nur.
Jangan takut, terkadang Nur lebih dirindukan, karena kesejukan bersamamu.
Dan percayalah, Dhiya' pun dicela, karena panas adanya aku.
Aku Dhiya', Kamu Nur.
Tidak saling mengungguli, tidak saling menjatuhkan.
Saling berbahu menerangi kegelapan.
Dhiya' dan Nur sudah berbahu dalam ikatan suci sedari dulu.
Aku dan kamu, kapan ?

Lho, Aku Lupa Ayat X dan Y

Berbagi tak pernah kehilangan keindahannya.

Pernah gak ketika kita lagi hafalan quran, atau sedang berdiskusi tentang Islam di masjid sekolah, kita hendak membaca sebuah ayat, akan tetapi tidak bisa terucap oleh lisan kita, antara lidah dan otak gak nyambung, alias lupa.

Terus kita mengatakan, "lho rek, aku lupa ayat ini dan ayat itu."

EITS, hati-hati...

Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

بِئْسَ مَا لِأَحَدِهِمْ يَقُوْلُ : نَسِيْتُ أَيَةَ كَيْتَ وَكَيْتَ بَلْ هُوَ نُسِّيَ

“Sungguh buruk orang yang berkata : Aku lupa ayat ini dan ini. Namun sebenarnya ia dibuat lupa (oleh Allah ‘azza wa jalla)” [HR. Al-Bukhari no. 5039 dan Muslim no. 791].

Masih dari Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لا يَقُلْ أَحَدُكُم : نَسِيْتُ أَيَةَ كَيْتَ وَكَيْتَ بَلْ هُوَ نُسِّيَ

“Janganlah seseorang dari kamu mengatakan : ‘Aku lupa ayat ini’. Karena sesungguhnya ia dibuat lupa (oleh Allah ‘azza wa jalla)” [HR. Muslim no. 790 dan 229].

Nah, hati-hati ya, nanti kita dicap buruk sama Rasulullah, apa gak rugi ?
Hehehe, mulai yuk biasa mengucapkan kalau lupa tentang suatu ayat, "Aku dibuat lupa ayat ini dan ini atau aku dibuat terlupa ayat ini dan ini." Yakni Allahlah yang membuat kita lupa.

Semangat beradab Islam ! :)

Minggu, 09 Desember 2012

Menjadi Penebar Kebaikan

Ustadz Abdullah Taslim. Beliau merupakan lulusan S2 Universitas Islam Madinah di bidang hadits. Terlepas dari itu, beliau merupakan ustadz favoritku, dan insya Allah jika teman-teman melihat video yang saya tampilkan maka akan menjadikan beliau ustadz favorit teman-teman, hehehe.

Hafalannya mantap, cara retorikanya mengena. Nasihatnya selalu masuk dalam hati yang butuh penyegaran.

Coba cek ceramah singkat beliau yang berjudul Menjadi Penebar Kebaikan



Berikut transkripnya :

Diantara amal yang keutamaannya sangat besar dalam Islam, yang ini merupakan tugas para Nabi 'alaihimish-shalaatu was-salaam, dan tugas orang-orang yang mewarisi jalan atau mengikuti jalan mereka, adalah berdakwah di jalan Allah Subhanahuwa Ta'ala, menjadi sebab tersebarnya ilmu sunnah kepada manusia, yang ini sungguh merupakan keutamaan yang besar, sampai-sampai disebutkan oleh Imam Ahlussunnah dari kalangan tabi'ut tabi'in, Abdullah Ibnul Mubarok al-Marwazi rahimahullahu ta'ala, dalam ucapan beliau :

"Aku tidak mengetahui setelah derajat kenabian, yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu sunnah kepada manusia."

Yang bisa melakukannya tentu bukan cuma orang yang bisa dikatakan sebbagai ustadz saja, siapapun kita bisa ikut serta dalam kebaikan tersebut.

Kenapa dalam urusan-urusan dunia kita berlomba-lomba meraih keutamaan, untuk urusan agama kita mengalah untuk sebagian orang saja ?

Siapa yang tidak ingin menjadi pewarisnya para nabi, siapa yang tidak ingin menjadi orang-orang yang ikut serta dalam menyebarkan sunnah Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam, yaitu dengan cara menjadi pelajar agama, kemudian berusaha semaksimal mungkin dengan sarana yang kita miliki untuk menyebarkan kebaikan ini kepada manusia. Demi Allah, tidak ada yang lebih utama daripada amal kebaikan tersebut bagi orang-orang yang mengharapkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahuwa Ta'ala.

Cuma tentu, kita perlu mengikhlaskan diri, Imam Syafi'i rahimahullahu ta'ala ketika beliau diterangkan tentang kitab-kitabnya, buku-buku yang ditulisnnya demikian tersebar, maka beliau mengatakan :

"Aku sangat mengharapkan manusia mengenal kebenaran dalam kitab-kitabku tersebut, meskipun tidak dinisbatkan kepadaku satu huruf pun darinya."

Inilah puncak dari keikhlasan, inilah keutamaan yang besar, menjadi sebab tersebarnya kebenaran disertai dengan tidak mengharapkan balasan pujian dan sanjungan manusia. Semoga Allah Subhanahuwa Ta'ala menganugerahkan taufikNya pada kita dalam segala kebaikan.

Ya itulah, anyway, saya rindu beliau di Surabaya.
Semoga Allah mempertemukan kami di majelis ilmu lagi :)

Ketulusan

Ada perbedaan mendasar yang tidak bisa dibuktikan dengan kata-kata dan data-data, melainkan hanya bisa dirasakan oleh hati-hati yang tak pernah dusta.

Tulisan seseorang yang telah mengalami getir kehidupan tak akan pernah sama dengan tulisan seorang muda yang hanya memiliki sebagian tegukan dari jalan panjang yang berujung kematian.

Ada setitik unsur di sana yang tidak didapat dari tulisan seorang muda, sederhana, tapi akibatnya luar biasa,

ketulusan.

Ia membuat kata-kata itu terbalut oleh do'a yang murni, terlumuri oleh harapan yang suci, terhiasi oleh kerinduan yang dalam akan perbaikan diri pada pribadi-pribadi yang bisa saja hanya sekedar melirik.

Hingga kata-kata itu akan merasuk dalam kalbu-kalbu manusia, mengusir noktah hitam yang telah lama menghiasi hati, seakan, ada dialog di antara mereka,

"apa sinar putih, kau hendak mengusirku ?" kata noktah hitam dengan menancapkan akar kuatnya pada hati lemah manusia,
"tentu, penulisku rindu akan putihnya hati manusia ini," ujar kata-kata ,
"Ah, sudah banyak perkataan yang datang tapi tak pernah aku hilang," begitu sombong noktah hitam ini.

"Aku berbeda," senyum kata-kata.

"Aku bukanlah sekedar kata-kata dari hati yang kering akan ketulusan,
Aku telah dilumuri oleh do'a tulus penulisku,
Aku dibalut oleh munajatnya pada Rabbnya,
Supaya hati-hati tak akan lagi penuh akanmu,
Tak lagi tertipu oleh dayamu,
Aku tak seperti yang engkau temui dulu,
Sekarang enyahlah, engkau tak akan mengalahkan kuasa Rabb penulisku,"

Noktah hitam tergidik, tak sempat membalas, ia kini terlumat dalam sinar putih dalam bentuk kata-kata itu, hingga tak terasa, pengaruh ketulusan itu kini membuat mata mulai ingin meneteskan airnya, dan dengan hati yang telah memutih, ia menggerakkan langkah untuk menuangkan air wudhu, lalu berdiri dalam keheningan, hingga ia lebih menikmati kemesraan munajat dengan Allah rabbul-'aalamiin.

Allahumma muqollibal quluub, tsabbit qalbiy 'alaa diinik.

Dalam perenungan malam
Sekian minggu yang lalu