Jumat, 05 Juli 2013

Teladan Salaf: Abu Bakar dan Umar Bertukar Pikiran

Profil persahabatan sejati, persahabatan yang terbimbing oleh petunjuk Ilahi. Antara dua manusia terbaik ini ada sebuah hubungan atas dasar cinta karena Rabb mereka yang begitu memesona.

Abu Bakar dan Umar, mereka bertukar pikiran ketika mereka berbeda pendapat.

Hal itu terlihat pasca perang Yamamah, peperangan yang mengakibatkan gugurnya banyak penghafal qura, pada surat yang Abu Bakar kirimkan pada Zaid bin Tsabit. Dalam suratnya, Abu Bakar menuturkan,

"'Umar menemuiku dan menyatakan: 'Perang di Yamamah membuat para penghafal Alquran terbunuh. Aku khawatir apabila peperangan lainnya juga menyebabkan penghafal-penghafal Alquran gugur sehingga banyak ayat Alquran hilang. Menurutku, sebaiknya engkau mengodifikasi Alquran (sebagai tindakan pencegahan).'

Lantas aku menanggapi saran 'Umar: 'Bagaimana mungkin kita melakukan hal yang tidak dilakukan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam?'

'Umar menjawab: 'Hal ini, demi Allah, baik untuk dilakukan'.

'Umar terus-menerus mendesakku hingga Allah melapangkan hatiku untuk menerima sarannya. Akhirnya, aku sependapat dengan 'Umar."

Terlihat pula ketika beberapa masa sebelum itu, ketika banyak kaum Muslimin sepeninggal Rasulullah keluar dari Islam. Abu Bakar menghadapi itu menjadi seorang sosok yang 180 derajat dari kesehariannya, dia menjadi seorang yang kebalikan dari lemah lembut, toleran, dan penyayang. Tegas sekali untuk memerangi mereka orang-orang murtad, baik dari kalangan pengaku Nabi, kabilah dengan iman lemah, dan yang enggan membayar zakat.

Umar memiliki pendapat yang berbeda. Umar yang terkenal dengan ketegasannya menyarankan agar Abu Bakar tidak memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat selama mereka masih melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya.

Berkatalah 'Umar, "Bersikap lunaklah terhadap orang-orang itu dan sayangilah mereka. Karena sekarang, mereka seperti binatang liar."

Abu Bakar terkejut, dengan roman muka berapi-api beliau berkata, "Aku amat mengharapkan bantuanmu, tapi kamu justru mengecewakanku. Pada masa Jahiliyah kamu begitu kuat namun setelah masuk Islam kamu menjadi begitu lemah.

Dengan alasan apa aku diharuskan bersikap lunak terhadap mereka? Apakah dengan sya'ir yang dibuat-buat atau dengan sihir yang diada-adakan? Itu sama sekali tidak mungkin terjadi. Nabi telah wafat dan wahyu tidak diturunkan lagi.

Demi Allah, aku akan tetap berjihad melawan mereka selama pedangku ini masih terggenggam erat di tanganku. Seandainya mereka menolak memberikan seekor unta atau kambing (zakat) yang dahulu mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka karena penolakan itu."

'Umar menyanggah, "Bagaimana engkau bisa memerangi mereka, padahal Rasulullah pernah bersabda,

'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka berkata: 'Laa ilaaha illallaah wa Muhammad Rasulullah'. Barang siapa yang mengatakannya, harta dan darahnya terpelihara dariku kecuali yang berkaitan dengan suatu hak (yang harus ditunaikan). Adapun hisabnya adalah di tangan Allah.'"

Abu Bakar menanggapi, "Demi Allah, aku akan tetap memerangi orang yang membeda-bedakan antara kewajiban shalat dan zakat. Sebab sesungguhnya zakat adalah hak harta dan ini termasuk dalam cakupan sabda Rasulullah tersebut: 'Kecuali yang berkaitan dengan suatu hak (yang harus ditunaikan).'"

Maka 'Umar pun lega sambil berkata, "Demi Allah, setelah mendengar penjelasan Abu Bakar itu, aku menyadari bahwa Allah telah melapangkan hatinya untuk memerangi mereka. Aku juga menyadari bahwa pendapat Abu Bakarlah yang benar."

Masya Allah. Itulah ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah Imaniyyah. Utarakan dan bertukarlah pikiran. Tidak sembunyikan dan sebarkan isu gosip ghibah di belakang. Semoga Abu Bakar dan Umar selalu laku kita kenang dan jadikan teladan.

[Terotak-atik dari buku "10 Sahabat Nabi Dijamin Surga" terjemahan Al-'Asyarah al-Mubasysyaruuna bil Jannah, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, halaman 45 dan 61]

Buku "DAFTAR LENGKAP SISWA SMAN 5 SBY ANGKATAN 2010-2011"

Berawal dari tugas Pasca-Perisai. Dengan waktu 3 hari harus mengumpulkan nama-nama dan mimpi-mimpi seluruh smalane angkatan 2013. Setelah pemberitahuan tugas itu, para ketua kelas berkumpul dan berkoordinasi tentang tugas angkatan ini.

Alhasil, salah satu ketua kelas ditunjuk sebagai koordinator utama tugas ini. Langkah pertama orang ini adalah memberikan tugas pada seluruh ketua kelas untuk mengumpulkan data nama dan mimpi seluruh smalane di kelasnya. Harus dikumpulkan keesokan harinya ke koordinator utama ini.

Kriteria buku ini ada 3:
1. Hard Cover
2. Disertai foto 3x4 resmi berlatar biru masing-masing smalane
3. Ada judulnya

Tersibuklah ketua-ketua kelas ini dengan tugas-tugas lain.

Keesokan harinya, seusai sekolah, ketua-ketua kelas ini berkumpul lagi untuk mengumpulkan tugasnya. Alhamdulillah, seluruh kelas berhasil mengumpulkan data-data itu dengan baik meskipun masih ada nama-nama smalane dan mimpinya yang terdata.

Koordinator utama, tidak ambil pusing.

Sepulangnya dari sekolah setelah seharian bersama kawan-kawan barunya melaksanakan tugas-tugas yang lain. Koordinator utama ini segera memasukkan data-data yang diberikan ke MS Word. Satu per satu, nama per nama, mimpi per mimpi.

Ternyata mendata hampir 288 orang itu membutuhkan waktu yang cukup ekstra. Alhasil karena mendata hal itu sekaligus mencetaknya di kertas HVS biasa. Ia pun tidak tidur seharian. Hasil cetak itu ia berikan pada ibunya yang kebetulan punya koneksi ke percetakan. "Daftar Lengkap Siswa SMAN 5 Surabaya Angkatan 2010-2011, itu judul bukunya," kata dia ke ibunya.

Hari kedua ini tidaklah tenang, tugas masih banyak menanti. Setibanya ia di rumah, ia diberi kejutan yang dibawakan ibunya. Buku itu telah tercetak..... dengan soft cover. Terlepas dari kebahagiaannya, sekarang dia bingung.

Dengan jujur dia berkata bahwa pada awalnya dia meminta untuk hard-cover alias cover tebal. Mungkin waktu itu omongannya tidak terdengar ibunya. Hendak meminta bantuan untuk dijadikan hard-cover pada ibunya, permintaannya ditolak.

Ia hubungi kawannya, Nur Cholis Majid , untuk bisa menjadikan buku soft-cover ini menjadi hard-cover. Ide-ide telah tersusun, rencana-rencana sudah terbuat, tinggal eksekusi. Namun ternyata ibunya dengan kemurahan hatinya pun meminta buku itu agar diperbaiki menjadi hard-cover.

Akhirnya dia lega.

Dia menghubungi seluruh ketua kelas lain agar pada hari ketiga, hari H pengumpulan buku itu, para smalane membawa foto yang ditugaskan.

Keesokan harinya, dia diantar oleh ibunya. Di mobil, diberikanlah buku yang telah dalam keadaan hard-cover itu. Nafas besar tanda kelegaan keluar dari hidungnya.

Dia tiba di sekolah membawa buku itu dan dengan segera seluruh siswa pun datang mengelemkan fotonya pada nama yang tertera sesuai kelasnya. Dan siswa-siswa yang belum terdata mendatakan dirinya sendiri dengan tulisan tangan.

Sampai waktunya pengumpulan tugas.

Mbak-Mas Panitia Perisai memberi kami kesempatan bagi yang belum menempelkan fotonya agar segera ditempelkan. Dan setelah beberapa waktu, selesailah tugas buku angkatan itu, diterima dan diberi applause oleh Mbak-Mas.

Buku ini, setelah hari itu, seperti lenyap tak berbekas. Seperti sudah tak dipedulikan lagi keberadaannya. Bahkan oleh koordinator utamanya sendiri.

Sampai 3 tahun berikutnya, tepat pada 5 Juli 2013. Buku itu hadir lagi di malam perpisahan smalane 2013. Buku ini dipotret per halamannya dan dijadikan video. Aku melihatnya... kaget juga. Entah dengan koordinator utamanya.

Dan akhirnya, buku itu entah mengapa, aku bawa.
Melihat mimpi rekan-rekan sejawat, smalane.
Bisa jadi bahan tertawaan teman-teman sekalian karena kepolosan kita.
Atau bahan renungan diri.
Atau apapun lah, sesuai persepsi teman-teman.

Yang jelas, aku mau tanya,
Buku ini mau dikemanakan? Hehe.

Kamis, 04 Juli 2013

Teladan Salaf: Utsman bin Affan, Pembeli Surga Dua Kali

Dzun-Nurain, pemilik dua cahaya. Ruqayyah putri Nabi adalah cahaya pertama pendamping Utsman dalam hubungan cinta yang terbina mulia. Namun ajal mendahului Ruqayyah, pada suatu malam ketika Badar (2H), tersambutlah Ruqayyah oleh malaikat maut. Beberapa tahun sepeninggal Ruqayyah, cahaya kedua pun datang ke dekapan 'Utsman, tak tanggung-tanggung, beliau bernama Ummu Kultsum, adik Ruqayyah, putri Nabi yang mulia. Terjalinlah ikatan suci yang terbina indah, sampai tahun 9H Ummu Kultsum ditemui oleh ajalnya.

Suatu hari Abu Hurairah bertutur tentang 'Utsman bin 'Affan. 'Utsman bin 'Affan membeli surga dari Rasulullah shalallaahu 'alaihi wasallam dua kali. (1)

Madinah, kala tahun hijriyah pertama. Kalangan Muhajirin (2) tiba di dalam kota Nabawi. Haus dan dahaga, yang mereka rasakan. Air, yang mereka sangat butuhkan.

Sampailah berita tentang seorang laki-laki dari Bani Ghiffar. Tentang Rumah (3) yang ia miliki. Tentang Rumah yang ia jadikan ladang penghidupan. Ia hargai satu qirbah (kantong dari kulit) air dari Rumah yang ia miliki dengan ganti satu mud (sekitar 544 gram) makanan.

Rasulullah bertanya kepada laki-laki dari Ghiffar ini, "Sudikah kamu menjualnya dengan ganti satu mata air di Surga?"

Laki-laki ini menjawab, "Wahai Rasulullah, aku tak punya apa-apa lagi selain sumber air ini. Tak pula aku bisa menjualnya seperti permintaan Engkau."

Pembicaraan itu tertangkap oleh 'Utsman bin 'Affan. Tertarik dengan balasan yang ada di sisi Allah. 'Utsman bertanya pada Nabi,

"Akankah aku mendapatkan mata air di Surga seperti yang engkau janjikan kepada laki-laki dari Bani Ghiffar tadi (jika aku membeli dari lelaki Bani Ghiffar itu) ?"

Rasulullah menjawab, "Tentu saja". 'Utsman berkata, "Kalau begitu, biarlah aku yang membelinya dan aku mewakafkannya untuk kaum Muslimin."

'Utsman pun membelinya, tak ragu-ragu, seharga 35.000 dirham. Jika dikonversikan ke Rupiah, maka 35.000 dirham itu senilai Rp2.450.000.000 !

Itulah kali pertama 'Utsman membeli surga dari Rasulullah yang disebutkan Abu Hurairah.

Islam sejak kemunculannya selalu dijadikan sesuatu yang awas nomor wahid oleh Romawi. Tak jarang terjadi peperangan antara Islam dan Romawi baik di jaman Nabi baik setelahnya. Salah satu perang itu adalah Perang Tabuk, atau juga disebut Ghazwatul-'Usrah (Perang Kesulitan) karena berkumpulnya berbagai ragam kesulitan dalam perang ini di pihak kaum Muslimin.

Nabi Muhammad dan para sahabat pun mempersiapkan perang ini. 'Utsman bin 'Affan tidak mau ketinggalan.

Suatu momen, Rasulullah menyiapkan pasukan untuk menghadapi Perang Tabuk. 'Utsman datang menghampiri Nabi, lalu meletakkan sesuatu yang ia bawa kepada pangkuan Nabi. Rasulullah melihat dan membolak-baliknya, ternyata itu adalah dinar, lebih tepatnya 1000 dinar. Rp2.000.000.000 sekaligus dalam satu waktu.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Setelah hari ini, apa pun yang dilakukan 'Utsman tidak akan membahayakan dirinya (di akhirat)." (4)

Tak hanya itu, 'Utsman mempersiapkan bagi kaum Muslimin yang akan menghadapi Tabuk dengan dana sebesar 700 uqiyah emas. 1 uqiyah emas kira-kira 7 dinar. 700 uqiyah emas 7 dinar, berarti dinar yang diberi tanpa syarat oleh Utsman sebesar 4900 dinar. Satu dinar seharga Rp2.000.000 , maka 4900 dinar sama dengan Rp9.800.000.000 !

'Utsman bin 'Affan tak hanya menyiapkan dari sisi pendanaan. Namun juga dari sisi kendaraan. Beliau menyiapkan 750 ekor unta dan 50 ekor kuda guna menghadapi perang tabuk.

Jika dipukul rata satu unta seharga Rp10.000.000 dan satu kuda juga seharga itu. Maka kita dapati untuk kendaraan, 'Utsman membantu sebesar Rp8.000.000.000 !

Jadi untuk perang Tabuk, total bantuan 'Utsman yang terlihat adalah sebesar Rp19.800.000.000 . Jumlah fantastis.

Inilah kali kedua 'Utsman membeli surga dari Rasulullah sebagaimana yang disebutkan Abu Hurairah.

Semoga 'Utsman tetap laku dalam kenang dan teladan kita. Semoga kita segera tergerak dalam membeli surga dengan apapun yang kita miliki. Segera, tanpa tunda.

(1) HR Al-Hakim dan Abu Nu'aim
(2) Orang-orang yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah
(3) Sebutan untuk mata air yang dimiliki seorang lelaki dari Bani Ghiffar
(4) HR Tirmidzi dan al-Hakim

[Terotak-atik dari buku "10 Sahabat Nabi Dijamin Surga" terjemahan Al-'Asyarah al-Mubasysyaruuna bil Jannah, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, halaman 223-224]

Teladan Salaf: Umar & Abdullah tentang Usamah & Zaid

Sekitar Muharram, tahun 20 H. Kala itu kaum muslimin dipimpin oleh al-Faruq Umar bin Khaththab, insan yang ucapannya beberapa kali selaras dengan wahyu Allah yang belum diturunkan. Amirul Mu`minin yang pertama dan yang tak akan pernah tergantikan. Sosok yang tak pernah bisa diam dalam memegang amanah besar.

Saat itu, Umar bin Khaththab melakukan pembaruan dalam bidang kenegaraan, salah satunya ialah pengistimewaan dalam alokasi bantuan kepada setiap muslim. Di masa ash-Shiddiq, ia menyamaratakan pembagian harta itu bagi setiap muslim.

Pembaruan ini dipersoalkan. Al-faruq bukan membuat kebijakan itu tanpa alasan, ia menegaskan,

"Aku tidak akan menyamakan orang yang pernah memerangi Rasul shalallahu 'alaihi wasallam dengan orang yang sejak dahulu berperang bersama beliau."

Umar pun mengistimewakan istri-istri Nabi, lalu ia istimewakan pejuang Badar, kemudian ia dahulukan pejuang Uhud, lalu ia pilah kaum Muslimin berdasarkan bacaan Alquran dan gerakan jihad mereka. Maka setelah semua terpilah dan masih ada sisa-sisa kaum muslimin yang istimewa hanya dengan tauhid dan pengamalan rukun Islamnya, Umar pun membagi rata di kalangan mereka.

Ibnu Umar, Abdullah. Putra kedua Umar ini adalah seorang pemuda gagah yang tak kenal takut pada selain Allah. Buah tak pernah jauh ketika jatuh dari pohonnya, putra Umar ini pun tak segan menyerahkan apa yang ia butuh lagi gemari kepada yang membutuhkan. Pribadi gemilang ini adalah salah satu perhiasan kaum muslimin.

Suatu ketika Abdullah ibnu Umar berkomentar tentang hasil kebijakan yang ayahnya lakukan,

"Wahai Ayah, Engkau alokasikan dana untukku sebesar tiga ribu dirham sedangkan untuk Usamah sebesar empat ribu dirham."

lanjut Abdullah, "Padahal, aku pernah mengikuti peperangan yang tidak diikuti Usamah (bin Zaid)."

Pemuda ini tidak menghendaki dirinya dijatah banyak. Yang ia kehendaki adalah ketidakjatuhan ayah yang ia kasihi dalam kezholiman dalam penentuan jumlah bantuan. Maka bentuk kasih mana lagi yang lebih mengagumkan dari mengingatkan sang terkasih untuk tidak tercatat baginya kezholiman?

Umar bin Khaththab pun menjelaskan, "Aku menambahkan alokasi dana itu untuk Usamah karena dia lebih dicintai Rasulullah daripada kamu. Ayahnya juga lebih beliau cintai daripada ayahmu ini."

Dan teranglah, Umar tak tentukan kebijakan itu hanya atas dasar egonya. Ia tetapkan itu dengan berusaha tetap dalam ridho Allah dan orang yang paling ia cintai dalam hidup dan setelah matinya.

Dan Abdullah bin Umar? Dengan senang hati dan rela dengan keputusan ayahandanya tercinta. Dua pribadi ini, semoga terletak dalam kenang dan jajaran teladan kita.

[Terotak-atik dari buku "10 Sahabat Nabi Dijamin Surga" terjemahan Al-'Asyarah al-Mubasysyaruuna bil Jannah, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, halaman 204-205]

Minggu, 23 Juni 2013

Jurang, Jujur Sakpirang-pirang

     Saat kekosongan itu menerpa,
     Saat itu aku merindukan sosok biasa,
     Aku bukannya merindu,
     Aku hanya meragu,

Meragukan yang tak pantas kuragukan,
Akankah kau di sana bermain di belakangku?

          Ini bukan tentang wanita dan karsanya,
          Ini tentang angkara raksasa,
          Yang besarnya melebihi semesta...ku,
          Yang dahsyatnya tak cukup terkepal tangan...ku,

Maka senggol saja,
Ke kanan agar semuanya jatuh ke dasar tanah,
Tertawalah kamu di sana,
Maka aku tertawa sambil turun menghunjam,
Bahwa tak selamanya di atas gunung itu mulia,

                     Kau memilih mengabaikan,
                     Lalu kau pun menoleh pada kesemuaan yang di atas bukit itu,
                     Berkatalah kau pada mereka berlembut lisan,
                     "Ukhuwah kita adalah ukhuwah penuh cinta"
                     Mereka pun bercerah mimik wajah,
                     "Sudah kujatuhkan pengingkar cinta kita"
                     Mereka melihat kami yang sedang di tengah jalan menemui tanah,

Aku tak mengerti,
Indoktrinasi,
Aku rasa aku benar,
Benar dalam kenyataan aku dan mereka sejenis,
Sejenis dalam haluan dan asa,
Maksudku, Hey,
Di mulut kami semua terukir bulan dan bintang,
(Aku tak sempat melihat hati mereka, mana bisa)
(Dan aku tak mau tinggi hati sebut hatiku berukir bulan dan bintang)
Aku kira itu sudah menjadi identitas dasar kami,
Salahkah aku?

                                                       Ternyata tidak.
                                             Mengapa?
                                                        Sederhana Saja, Kawan.

        Aku hanya berujar cinta,
        Kebencian lah mereka cerna,
        Aku hanya berujar arah,
        Penyesatan lah mereka duga,

                Jelas saja, di depan mataku.
                                  Ada apa?
                Bulan dan bintang itu... mereka ganti Athena.
                                  Oh, ya?
                Ya.
                                  Pantas kamu.

Kamu sangat bisa memahamiku.
Namun mereka tidak.
Mereka memilih mendorong kami jatuh dari bukit itu.
Kami lihat di tanah ada unggun api,
Kamu tahu itu tandanya apa?

                         Aku dengar mereka di atas sana tertawa,

Di bawah,
Kami pun berhangat dengan api unggun itu,

                                                                   Hey, Sudah tenang?
                                                             Su
                                                                   Mengapa api unggun ini nyala?
                                                             Ingat beberapa tahun lalu?

Ada apa?
Oh, ada yang jatuh pula dari sini.
Aku lihat dari kejauhan, membawa senjata yang kutahu penduduk
atas bukit itu tak punya penahannya,

                                           Kita tunggu saja
                                                      Apa? Aku tak mau,
                                           Biar mereka jatuh juga ke sini
                                                      Bodoh!
                                           Apa?

Kita bukan mereka,
Kita bukan yang berlisan bulan dan bintang,
Kita harus berhati bulan dan bintang,
Kita berujar bukan untuk menebar benci,
Kita berujar bukan untuk menebar ragu,

                  Biarkan mereka tertipu?
                          Mereka telah tertipu!
                  Maka?
                          Apa kita mau?

Ukhuwah kita adalah ukhuwah penuh cinta
Ukhuwah kita adalah ukhuwah dari lubuk terdalam
Ukhuwah kita bukan alasan untuk buta
Ukhuwah kita bukan alasan untuk lumpuh
Ukhuwah kita bukan alasan untuk tuli, apalagi bisu

Kita harus segera bergegas ke sana,
       Mengapa?
Kita harus selamatkan semuanya!

Minggu, 28 April 2013

AAAAAAA AAAA AAAAAAA

"Aku ingin menjadi kado termanis untukmu."
"Apa? Kamu ingin jadi gula jawa?"
"Ahaha, tidak, aku bukan orang jawa, aku orang blasteran, catat."
"Ah, blasteran juga darah lokal!"
"Apa kamu tak ingat kalau ada darah internasional mengalir di tubuhku?"
"Aku gak terima, itu kan jauh, dari nenekmu!"
"Apapun itu, darah tetap darah."
"Alah, alasan aja itu, haha."
"Aku tetap ingin menjadi kado termanis untukmu."
"Apa sih maksudmu?"
"Apa kamu mau tahu?"
"Apa aku harus tahu?"
"Aaah... Menurutmu?"
"Aku tidak harus tahu."
"Aku menganggap kamu harus tahu."
"Alangkah baiknya kau berkata sekarang jika memang baik untuk kita."
"Aku sudah menyiapkan bertahun-tahun untuk momen ini."
"Apa momen itu?"
"Aku bertanya padamu."
"Apa pertanyaan yang hendak kau tanyakan padaku?"
"Apakah kamu ingin menjadi istriku?"
"Aaaahahahahahahaha..... Mau lah, mengapa harus bermain lama denganku?"

Amboi
Aduhai indahnya yang tepat pada waktunya
Alangkah syahdunya yang tergesa
Adalah ketergesaan itu langkah setan
Aku yakin bahwa waktu yang tepat akan selalu membuahkan hasil lebih indah
Aku harap diri ini mampu istiqomah..
Allah...
Aamiin...

Senin, 18 Maret 2013

Ad-Darsuts-Tsaaniy (Pelajaran Kedua) DL 1

Maa Dzaalika? (ما ذلك؟) Apa itu?
Dzaalika Najmun (ذلك نجم) Itu bintang

Haadzaa Masjidun (هذا مسجد) Ini masjid
Wa dzaalika baytun (و ذلك بيت) Dan itu rumah

Haadzaa hishoonun (هذا حصان) Ini Kuda
Wa Dzaalika himaarun (و ذلك حمار) Dan itu keledai

A dzaalika kalbun? (أ ذلك كلب؟) Apakah itu anjing?
Laa, dzaalika qiththun (لا، ذلك قطّ) Tidak, itu kucing

Maa dzaalika? (ما ذلك؟) Apa itu?
Dzaalika sariirun (ذلك سرير) Itu kasur

Man Haadzaa wa man dzaalika? (من هذا و من ذلك؟) Siapa ini dan siapa itu?
Haadzaa mudarrisun wa dzaalika imaamun (هذا مدرس و ذلك إمام) Ini guru dan itu imam

Maa dzaalika? (ما ذلك؟) Apa itu?
Dzaalika hajarun (ذلك حجر) Itu batu

Haadzaa sukkarun (هذا سكّر) ini gula
wa dzaalika labanun (و ذلك لبن) dan itu susu

-----------------------------------------------------------

Apa itu Dzaalika (ذلك) ?
Dzaalika (ذلك) adalah salah satu Ismul Isyaarah (اسم الإشارة) yang berarti "Itu"

Dzaalika (ذلك) digunakan untuk menunjuk:
1. Mufrad (مفرد) tunggal
2. Mudzakkar (مذكر) laki-laki
3. Ba'iid (بعيد) jauh

-----------------------------------------------------------

Kosakata baru di Pelajaran Kedua:

Imam =إمام = Imaamun
Batu =حجر = Hajarun
Gula =سكّر = Sukkarun
Susu =لبن = Labanun

------------------------------------------------------------

Pelajaran Pertama

Sabtu, 16 Maret 2013

Ad-Darsul-Awwal (Pelajaran Pertama) Durusul Lughoh 1


Haadzaa Baytun (هذا بيت) Ini Rumah
Haadzaa Masjidun (هذا مسجد) Ini Masjid
Haadzaa Baabun (هذا باب) Ini Pintu
Haadzaa Kitaabun (هذا كتاب) Ini Buku
Haadzaa Qolamun (هذا قلم) Ini Pena
Haadzaa Miftaahun (هذا مفتاح) Ini Kunci
Haadzaa Maktabun (هذا مكتب) Ini Meja
Haadzaa Kursiyyun (هذا كرسي) Ini Kursi
Haadzaa Sariirun (هذا سرير) Ini Kasur
-----------------------
Apa Itu Haadzaa (هذا) ?
Haadzaa adalah salah satu isim isyarah (اسم الإشارة) yang artinya adalah "Ini"
Apa itu Isim Isyarah (اسم الإشارة)?
Isim Isyarah adalah kata tunjuk, yaitu kata untuk menunjuk sesuatu.
Haadzaa (هذا) termasuk kategori Isim Isyarah (اسم الإشارة) yang mana?
Haadzaa (هذا) adalah Isim Isyarah (اسم الإشارة) untuk:
1. Mufrod (مفرد) Tunggal
2. Mudzakkar (مذكر) Laki-laki
3. Qariib (قريب) Dekat
Maka jika anda bertemu dengan sesuatu yang laki-laki, satu jumlahnya, dan dekat dengan anda, dan anda ingin mengatakan "ini adalah sesuatu" maka katakan "Haadzaa..."
-------------------------
ما هذا؟)
(هذا بيت)
(أ هذا بيت؟)
(نعم، هذا بيت)
(ما هذا؟)
(هذا قميص)
(أ هذا سرير؟)
(لا، هذا كرسي)
(أ هذا مفتاح؟)
(لا، هذا قلم)
(ما هذا؟)
(هذا نجم)
------------------------------------------------------
Maa Haadzaa? Apa Ini?
Haadzaa Baytun Ini Rumah
A Haadzaa Baytun?Apakah ini rumah?
Na'am, Haadzaa Baytun Iya, ini rumah
Maa Haadzaa? Apa Ini?
Haadzaa Qamiishun Ini Kemeja
A Haadzaa Sariirun? Apakah ini kasur?
Laa, Haadzaa kursiyyun Tidak, Ini Kursi
A Haadzaa Miftaahun? Apakah ini kunci?
Laa, haadzaa qolamun Tidak, ini pena
Maa Haadzaa? Apa Ini?
Haadzaa Najmun Ini Bintang
----------------------------------------------------
Apa itu Maa ?
Maa adalah salah satu ismul istifham yang berarti "apa"
Apa itu isimul istifham ?
ismul istifham adalah kata tanya
Maa digunakan untuk menanyakan sesuatu yang ghoiru 'aaqil yang tidak berakal.
Apa itu A ?
A adalah salah satu ismul istifham yang berarti "apakah"
A digunakan dalam yes-no question.
------------------------------------------------------
Man Haadzaa? Siapa Ini?
Haadzaa Thobiibun Ini Dokter
Man Haadzaa? Siapa ini?
Haadzaa Waladun ini anak kecil
Man Haadzaa? Siapa ini?
Haadzaa Thoolibun ini pelajar
A Haadzaa Waladun? Apakah ini anak kecil?
Laa, haadzaa rajulun. Tidak, ini seorang laki-laki dewasa.
------------------------------------------------------
Apa itu man?
Man adalah salah satu ismul istifham yang berarti "siapa"
Man digunakan untuk menanyakan sesuatu yang 'aaqil, yang berakal.
-------------------------------------------------------
Daftar Kosakata di Pelajaran Kesatu:
Rumah = بيت = Baytun
Masjid =مسجد = Masjidun
Pintu = باب= Baabun
Buku =كتاب = Kitaabun
Pena =قلم = Qolamun
Kursi = كرسي= Kursiyyun
Kunci =مفتاح = Miftaahun
Meja =مكتب = Maktabun
Kasur =سرير = Sariirun
Kemeja =قميص = Qamiishun
Bintang =نجم = Najmun
Dokter = طبيب= Thobiibun
Anak Kecil =ولد = Waladun
Pelajar = طالب= Thoolibun
Laki-laki Dewasa =رجل = Rajulun
Pedagang =تاجر = Taajirun
Anjing =كلب = Kalbun
Kucing = قطّ= Qiththun
Keledai = حمار= Himaarun
Kuda =حصان = Hishoonun
Unta =جمل = Jamalun
Ayam Jantan =ديك = Diikun
Guru =مدرس = Mudarrisun
Sapu tangan =منديل = Mindiilun

Kamis, 28 Februari 2013

Terjemahan Tiap Kata Bacaan Shalat



Terjemahan Tiap Kata Bacaan Shalat
Fotokopien rek gak opo, pokok ojok didol

1.      Takbir

اَللهُ
Allah

أَكْبَرُ
Mahabesar

Senin, 18 Februari 2013

My Writing..... *Facepalm*

Siang tadi di kelas, selagi bercanda dengan teman-teman, tiba-tiba Bana, duduk di depanku, "Bas, ada baskoro aris sansoko dot blogspot dot com". Aku mendengarnya tertawa, "itu blogku waktu SD Ban, haha," Bana kemudian bilang kalau aku nyangar udah SD sudah main blog, dia belum tahu kalau ada temanku dari SD udah main-main di forum bahasa inggris. --a

"Pinjem Tabmu Bas," kata Bana, aku memberikan tab yang sedang aku pegang. "Ada apa Ban?" Tanyaku, dia pergi ke sisi lain kelasku, dan aku terus melanjutkan ngobrol bersama teman-teman. Tak lama kemudian, Bana kembali dan memberikan tabku, "ini lho Bas blogmu." Aku melihat layar tabku yang menampilkan blog di waktu SDku itu, aku tersenyum, menyadari keluguan tulisanku. Salah satu post-nya akan aku tampilkan di sini, aku bercerita tentang liburanku di Madura, well, mari lihat

Liburan Di Madura
Saat itu saya dan Keluarga saya pergi kerumah Om Eko, Yg pakai baju kuning di foto sebelah . Aku kesana naik kapal Feri , kapal feri adalah kapal untuk menyebrangi selat, ruame banget di kapal tapi enak anginnya wuuusssssssss.........sampai deh di Rumah Om Eko.Lalu Aku ,Mas Teguh dan Kiki keponakan saya ke pantai , Pantainya keren lho tapi sayang banyak sampahnya. Setelah itu kami kembali dan Om Eko tiba2 bawa ikan besar,Wuiih besar bo' , katanya habis mancimg di laut. Yang megang ikan tuh Papaku,Setelah itu ikannya dimasak , maknyus uwwwenak banget lho rasanya membuat lidah ngebor kayak Inul. kira-kira sorean kami pulang naik feri lagi,Pemandangan dari atas kapal Indah sekali anginya berhembus keras bgt tapi segerrr.Setelah sampai ke Surabaya kami sekeluarga langsung pulang.
Bakar api di perapian
Kena tangan mengaduh-aduh
cukup sekian dan
terima kasih
Hahahaha..... Benar-benar beda! Maknyus uwwwenak banget hahaha. Wuiih besar bo'. Dan aku menulis bok dengan memakai petik pada k, menarik sekali. Aku pun menutup halaman itu, selagi teringat masa lalu, masa keluguan yang aku jalani tanpa beban.

Selagi teringat masa kini yang begitulah haha :D
I'm glad to see that post :)

Sabtu, 16 Februari 2013

Tak Tergoyahkan dari JalanNya


Keramaian kota, mobil-mobil berbaris di jalan, menunggu gilirannya maju, klakson-klakson dibunyikan oleh beberapa yang kalah oleh marah, sepeda motor yang menyelip tiba-tiba di depan sebuah mobil menjadikan jalan raya sebuah arena ketegangan tersendiri yang lebih menegangkan daripada ujian sekolah. Manusia-manusia sliwar-sliwer di trotoar, selagi menenteng barang-barang hasil belanjanya, dengan perempuannya yang memiliki hiasan kerlap-kerlip di lengannya, bahkan ada yang tak malu perlihatkan auratnya (seakan berkata, “Hei, ini kecantikanku untuk siapa saja, silakan nikmati!”), sedangkan para lelaki, banyak yang tak peduli akan pakaiannya, seakan hanya wanita yang perlu diatur pakaiannya, dan kata-kata kotor banyak mewarnai jalan. Bercampur semuanya menjadi satu di trotoar, bahkan ada sepasang yang bermesra menggunakan seragam sekolahnya, lengkap dengan atribut almamaternya.

Subhanallah, ketika mengingat bahwa Indonesia adalah negara berjumlah penduduk muslim terbesar di dunia, kemudian melihat kenyataan yang terjadi dalam lingkungan sekitar, ironi rasanya. Tentu tak selayaknya sebuah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dalamnya terjadi fenomena-fenomena yang kering akan Islam, akan tetapi kenyataan wajib kita terima, bagaimanapun keadaannya. Timbul sebuah pertanyaan, mampukah kita bertahan?

Haruskah Bertahan?

Ingat bahwa hati kita senantiasa menjadi medan perang sebagaimana sabda Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam,

"Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang dianyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang mengingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi." (Diriwayatkan Muslim)

Tentu kita tak ingin hati kita menjadi hati yang tak kenal kebaikan dan menyuburkan kemungkaran. Karena gelapnya hati adalah modal dari segala keburukan.
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).

Lantas bagaimana kita mampu bertahan? Tidak lain adalah dengan menambah noktah-noktah putih pada hati kita, yang tidak lain adalah iman. Ya, imanlah yang kita butuhkan di zaman yang sedang carut marut ini, ketiadaan iman akan mengakibatkan ketiadaan pribadi muda karena tenggelam dalam arus dahsyat keburukan. Ketiadaan iman yang akan membuat semua hal diterjang, mulai merokok, mencicipi minuman keras hingga ketagihan, dan bahkan melakukan perzinahan sebelum menikah, kemudian merambah lagi terhadap ketidakpercayaan akan keadilan Allah ketika ditimpa musibah, dan terlupanya akan Allah ketika nikmat menerpa, maka shalat hanya ucapan, puasa hanya menahan, maka kita saat itu bukan lagi manusia yang dicintai Allah, maka keselamatan dari mana yang akan kita raih ketika kita tidak dicintaiNya?

Iman bertambah dan berkurang, bertambah dengan sebab, berkurang dengan sebab pula. Apa yang membuat iman kita mampu  tumbuh subur di hati?

Pertama, Mengenal Allah

Mengenal Allah akan Nama-nama dan Sifat-sifatNya dan menancapkan penghayatannya di hati kita akan menumbuhkan iman dengan sangat subur pada hati kita, sebagaimana kata seorang ulama, “Barangsiapa semakin mengenal Allah akan semakin takut kepada Allah.” Takut akan berbuat hal-hal nista, takut terjerumus dalam jurang maksiat.

Semisal, jika kita benar menghayati bahwa Allah Mahabijaksana (al-Hakim), maka tentu dengan seluruh ketentuan Allah hati kita rela dan tenang, baik ketentuan secara syari’at yaitu aturan agama maupun secara kejadian yang terjadi di alam ini, karena kita yakin, bahwa Allah tak akan berlaku zholim, dan seluruh ketentuanNya memiliki hikmah yang indah.

Kedua, Membaca Ayat-Ayat Allah

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. al-Anfâl [8]: 2)

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata, “Ketahuilah bahwa kuatnya agama dan iman tidak mungkin diraih kecuali dengan banyak membaca al-Qur’an atau mendengarkannya dengan penuh renungan dan dengan niat untuk mengamalkan perintah dan menjauhi larangannya.”

Ketiga, Menuntut Ilmu Syar’i

Ilmulah yang menunjukkan kita pada kebaikan, dan menunjukkan kita akan keburukan, dan tanpa meraih ilmu itu, kita tak akan tahu kebaikan sehingga kita tak mampu meraihnya, dan tak akan tahu keburukan sehingga kita akan mudh terjerumus di dalamnya. Maka ilmu sangat penting, agar kekokohan kita di Jalan Allah tetap terjaga.

Keempat, Berteman dengan Teman yang Baik

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119)

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi. Syaikh al-Albani mengatakan Shahih)

Mari Kita Berjuang, Bersama!

Yakinlah, bahwa kita pemuda Islam mampu tetap bertahan dan pancarkan sinar Islam yang menerangi kegelapan di semesta ini, sekaligus menjadi cahaya yang menyalakan cahaya-cahaya yang lain, hingga akhirnya kita semua kokoh dalam jalanNya, di jalan Allah Ta’ala yang berujung ke surgaNya, yang di dalamnya terdapat ribuan nikmat yang tak terbayang di dunia. 

Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman” (QS. Al Furqon: 75-76)

(disalin dari http://muda.kompasiana.com/2013/02/16/tak-tergoyah-dari-jalannya-534204.html)

Kamis, 14 Februari 2013

Renaaang Brrrrr.....

Gambar ini tribute untuk kelas XII

Renang, jika dihitung sejak SMP, maka aku sudah tiga tahun ini tidak renang... SAMA SEKALI. Maka kali ini SMAku mengadakan renang di waktu sudah kelas XII alias tahun akhir sekolah, sangat nanggung dan nuaaaanggguuung pol.

Tapi yowis, kapeh dikapakno mane?

Minggu, 10 Februari 2013

Fathuuba lil-Ghurobaa'...


Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Sesungguhnya Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti ketika datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” 

Ada yang bertanya, 

“Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. 

Maka beliau menjawab, 

“Yaitu orang-orang yang tetap baik [agamanya] tatkala orang-orang lain menjadi rusak.” 

(as-Shahihah no 1273 [3/267]. as-Syamilah, lihat juga Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 54)

Sabtu, 09 Februari 2013

Tangan Allah?


Seluruh penyimpangan dalam masalah nama dan sifat Allah berpangkal dari satu hal:
Menyerupakan Allah dengan makhlukNya

Sabtu, 02 Februari 2013

Hanya Tak Biasa

Kali ini aku menolak tawaran Luqman, seorang kawanku, untuk menghadiri talkshow perkuliahan yang diadakan oleh IKASKILAS, yaitu Ikatan Alumni Sub Seksi Kerohanian Islam SMAN 5 Surabaya. Sederhana alasanku: tak ada hijab.

Karena tanpa hijab berarti aku harus bertemu langsung dengan sosok-sosok yang biasa kami di baliknya, dan aku sangat tidak suka untuk membiasakan diri dengannya, kecuali jika dalam kondisi yang aku tak bisa memilih, seperti les mungkin?

Berhubung ada kemungkinan "semua" akan datang, maka aku lebih memilih untuk menarik diri, jika hanya satu atau dua aku masih mampu membiasakan, namun jika semua maka aku tak mampu menata hatiku. Entahlah, hanya tak biasa.

Senin, 28 Januari 2013

Balada Nuntun Berjama'ah

Kalau ada gelar "Warga Surabaya Bermotor yang Paling Sering Kehujanan", bolehlah aku menjadi nominasi pemenangnya, karena setiap kali hujan, setiap kali itu pula aku menerjangnya, dengan atau tanpa jas hujan.

Sekalian berbagi tips nih kalau lagi kehujanan tapi lupa bawa jas hujan, namun kita lagi bawa tas yang isinya tentu jangan sampai basah. Nah karena aku sering berada dalam kondisi itu, biasanya aku langsung melepas jaketku, kemudian kujadikan bagian badan jaketku penutup tas, terus lengannya kuikatkan di tas, sehingga jaketnya "nyabuk" ke tas, meski hal ini beresiko membuat pengendara motor masuk angin, tapi mana ada sih hal yang tanpa resiko?

Hari ini, hujan deras lagi, sekitar setelah ashar, aku yang terlalu sering kehujanan, memilih kali ini untuk undur diri dari menerpa angin kencang dan air yang bertubi-tubi, aku memilih menunggu di sekolah sampai tidak terlalu deras. Sekitar dua jam aku menunggu hujan mereda, sambil berbincang ria dengan alumnus sekolahku, namun hujan tak kunjung reda.

"Daripada gak pulang?" pikirku pada jam lima sore,
"Wes budal, alhamdulillah bawa jas hujan.." begitu kata sisi nekat hatiku,
"Jang...."
"Gak usah didengerin :p" dan sisi nekatku pun menang.

Aku pun memakai jas hujanku, dan mulai menggeber motorku. Jam lima sore tak sederas setengah empat sore, mungkin separuh derasnya. Dan, keluarlah aku dari wilayah sekolahku.

Menyusuri jalanan Surabaya pada waktu hujan kali ini berbeda, yang biasanya pemandangan tak begitu jelas karena tubian air yang menyerbu mata begitu dahsyat, namun kini air nampak lebih bersahabat, hanya kali ini terjadilah genangan air besar yang biasa kita sebut banjir.

Di sepanjang jalan luar tempat parkir belakang SMAN 2 Surabaya (sekolah tetangga), air pun memenuhi, meski tak setinggi betis kaki, namun cukup bisa menyipratkan tinggi jika dilewati motor atau mobil berkecepatan tinggi. Sehingga di sana aku memelankan motor, agar tak membasahi dan dibasahi orang lain, karena memang benar, yang kau tanamlah yang akan kau tuai.

Sampai di Delta Plaza, jalan masih lancar, tidak ada halangan berarti, hingga sampai di Monumen Bambu Runcing, di sini mobil sudah berjajar banyak, motor pun mulai memadat. Aku yang mencoba menyelip pun kesusahan, dan ternyata tak hanya di jalan utamanya saja yang macet, ketika aku memilih untuk belok kanan, menuju jalan yang lebih cepat ke Jalan Basuki Rachmat, ternyata jalan itu macet juga. Biasa aja sih, gak buat stress, dinikmati saja, masa' nikmati hidup hanya waktu punya uang waktu dan tenaga?

Dan Jalan Basuki Rachmat, ke Tunjungan Plaza, sampai Jalan Embong Malang, genangan air mencapai semata kaki hampir setengah betis, dan kepadatan mobil meningkat, motor pun lebih sulit berkelit. Dan sampai pada Jalan Embong Malang, setelah gedung outlet U.F.O. maka banjir di sana mencapai sebetis, dan banyak pengendara motor memilih untuk berkendara di atas trotoar, berhubung jalan juga dipenuhi mobil. Butuh waktu lama untuk menunggu sampai ke perempatan terdekat, dan memanfaatkan waktu itu, alhamdulillah tidak kugunakan untuk ngomel-ngomel atau iseng bunyiin klakson, buat apa coba? Alhamdulillah hafalan quran mengalihkan penat hatiku, kalau ada kesempatan menghafal quran, gak pantas menurutku merasa nganggur.

Lalu sampailah aku pada tikungan ke kiri menuju Jalan Kedungdoro, di sana banjir telah mencapai betis namun sedikit lebih tinggi, segera aku menuju ke kanan jalan yang cenderung lebih dangkal, agar sepatu yang aku letakkan di pijakan kaki sepeda (aku menggunakan motor matic) tidak terendam air, dan alhamdulillah strategi mencari tempat dangkal berhasil, sepatuku tidak terkena atau bahkan terendam air. Pada awalnya aku hendak putar balik di jalan itu agar aku bisa melewati Jalan Patua yang realtif tidak macet, namun aku teringat bahwa jika aku lewat Jalan Patua maka sama saja aku merendam diri, karena memang sudah "tradisi" di sana bahwa banjirnya bisa sampai sepaha, dan akhirnya aku tak lewat sana. Wawasan akan keadaan sekitar sangat penting untuk meraih manfaat terbesar dan menghindari kerugian.

Kemudian aku memilih untuk tetap menyusuri jalan Kedungdoro yang sangat macet dan penuh itu, cukup lama perjalananku, dan berhubung aku mencari jalan cepat namun aman dari banjir, maka aku putar balik di putaran yang untuk meraihnya membutuhkan waktu  yang lama, kemudian mengambil jalan ke Petemon Barat. Meskipun aku tahu, daerah ini sebenarnya sangat rawan banjir, tapi aku merasa lebih nyaman daripada menunggu macet lama, dan alhamdulillah daerah Petemon Barat banjirnya tidak tinggi. Motor masih bisa melaju lancar tanpa knalpot terendam air, dan sepatuku masih selamat pula. Dan seketika aku terlupa akan ketidakenakan macet, memang benar, nikmat yang lebih besar bisa membuat cobaan jadi tak terasa lagi.

Lalu aku tiba pada sebuah jalan lurus panjang yang menuju pada sebuah perempatan oasis, aku menyebutnya perempatan oasis bukan karena dia banyak air, namun sebaliknya, karena di perempatan itulah banjir tak lagi berbekas alias kering ring ring ring. Namun, yang menjadi misteri adalah air setinggi apa yang akan aku temui di jalan panjang itu?

Seiring kususuri jalan panjang itu, air menjadi seperti tangga, well, pertama aku temui yang semata kaki, ya santai saja berkendara di air yang dangkal, pelan, tenang, lembut, alhamdulillah pengendara lain juga begitu sehingga tak terjadi basah-membasahi. Kemudian sebetis, kemudian selutut, dan mulai gawat, sepatuku sudah terkena air, aku hanya bisa, yah mau diapakan lagi? Namun alhamdulillah air tidak masuk di knalpotku, sehingga motorku tidak mogok. Dan seiring mendekati perempatan oasis, aku rasakan airnya semakin tinggi, dan aku menyadari dalam kondisi itu aku tak mungkin kembali putar balik yang justru akan menghabiskan waktuku, dan memang terkadang kita menghadapi masalah yang mau tidak mau kita harus hadapi karena kita tak bisa menghindari, sehingga yang menjadi pilihan untuk kita adalah, menghadapi masalah itu dengan bijak atau sebaliknya.

Sret! Segera aku mengambil sepatuku dengan kedua tanganku, karena hampir saja sepasang sepatu ini hanyut terbawa air yang ternyata sudah sepahaku! Para pengendara motor sudah ada yang gugur, sepedanya termasuki air, dan ada pula yang  masih bertahan. Aku termasuk yang masih bertahan, well, separuh bertahan, motorku agak terseok, meski aku tetap memaksa maju, dan qaddarullah wa maa syaa-a fa'al, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, air terlalu tinggi, hingga ia merendam knalpot sepedaku. Wis gak usah neko-neko, tanpa macam-macam, segera aku menuntun sepeda tanpa turun darinya, alias dengan posisi duduk yang sama hanya dengan kaki seperti mendayung saja.

Dan di momen ini lah aku menemukan momen indah,

Aku melihat ke depan, bahwa di depan sana banyak yang menuntut motor sama sepertiku, aku menuntun sambil melihat kiri kanan, melihat ekspresi orang-orang yang senasib denganku, terkadang aku menyapa beberapa yang pandangannya bertemu denganku, "alhamdulillah pak, nuntun berjama'ah! haha". Dan entahlah, aku menuntun dengan riang, dan tidak capek sama sekali, apa karena pengaruh kebersamaan yang bahkan tak disadari? Mungkin, dan aku tetap menuntun sampai oase. Dan selain penuntun sepeda, banyak juga anak-anak jalanan yang membantu orang-orang yang menuntun sepeda dengan dorongan di belakang, benar-benar romantis dalam dimensi yang sungguh berbeda.

Hingga aku sampai oase, perempatan oase, dan benarlah di sana banjir telah tuntas, namun pemandangan langka masih belum habis, di sana berjajarlah puluhan sepeda motor yang mengeluarkan air dari knalpotnya, alhamdulillah motorku begitu mudah mengeluarkan airnya.

Dan baru kali ini aku melihat air yang muncrat dari knalpot, sebuah pemandangan unik dan lucu tersendiri bagiku. haha. Dan sampai di oase berarti jarak rumah telah dekat, dan alhamdulillah akhirnya aku tiba di rumah dengan selamat.

Sepatuku? Basah! Semoga besok kering. :)

Alhamdulillahilladzii bini'matihi tatimush-shoolihaat
19:55:55, 28 Januari 2013
di kamar mbak yang lagi ama suaminya di kalimantan

Variabel

Akhir-akhir ini sering menggunakan kata variabel untuk menjelaskan dua hal yang berbeda namun sering dijadikan hal yang sama, dua hal yang terpisah namun sering dijadikan bertautan.

Kurang suka dalam keterpautan yang tak harus terpaut, atau kesatuan yang tak cocok. Aku tak suka ngglambyar alias kabur, aku ingin tegas memisahkan, seperti sebuah garis tipis di antara minyak dan air. Setipis apapun, tetaplah memisahkan, sekabur apapun garis pemisahnya, tetap harus dipisah, tetap harus dikatakan terpisah, berbeda, tak berkaitan.

Misalnya,
ada orang yang membahas tentang kronologi tertembaknya mahasiswa Triksakti pada tahun 98 lalu, tiba-tiba ada yang berkata bahwa semuanya salah Pak Soeharto.

Menanggapi orang seperti itu, biasanya aku katakan, "mohon tolong ya, itu variabel yang harus kita singkirkan dulu dari pembahasan, kita membahas variabel lain dalam rangkaian reformasi".

Atau banyak hal lain, sering aku timpali dengan, "maaf, variabelnya berbeda, kita pisah dulu."

Entahlah.