Journey,
with New Spirit from Islam!
Journey,
perjalanan itu panjang, ia harus menghadapi berbagai dinamika, entah ia sebagai
jurang yang dalam atau gunung yang tinggi, atau sebagai lautan yang luas atau
padang pasir yang tak terpandang ujungnya. Menjadi kodrat manusia untuk selalu
berada di atas sebuah jalan, entah jalan itu berpasir putih, atau berlantai
permata, ataulah ia berada di atas jalan yang penuh duri, atau berada di atas
jalan yang dipenuhi buah-buahan yang lezat. Dan seorang manusia dalam hidupnya,
akan berada di jalan yang berbeda-beda, terkadang ia tak sengaja, terkadang
pula atas kemauannya. Anggaplah jalan itu ada seribu cabang, dan pada
masing-masing cabang ada seribu cabang yang bercabang seribu, pada akhirnya ia
akan kembali pada satu muara, dan muara itu memiliki dua cabang yang buntu,
yang satu mengarah ke surga dan yang lain mengarah ke neraka.
Sayang sekali, pada muara itu, kita
tidak bisa memilih jalan kita, pada momen itu akan diteliti jalan apa saja yang
kita lewati, hal-hal apa saja yang kita ambil selama perjalanan kita. Seluruh
data yang baik akan ditaruh di satu anak
timbangan, dan seluruh data yang buruk akan ditaruh di anak timbangan lain.
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ ، فَهُوَ
فِى عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ ، وَأَمَّا مَن خَفَّتْ مَوَازِينُهُ ، فَأُمُّهُ هَاوِيةٌ
، وَمَا أَدْرَىٰكَ مَاهِيَهْ ، نَارٌ حَامِيَةُ
“Dan
adapun orang orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam
keadaan yang memuaskan, dan adapun orang orang yang ringan timbangan
(kebaikan)nya, maka dia tempat kembalinya adalah Hawiyah, tahukah kamu apa itu
Hawiyah ? yaitu api yang sangat panas.” [Surat al-Qori’ah : 6-11]
New
spirit, makna spirit dalam bahasa
kita ada dua, yaitu roh dan semangat. New spirit, roh baru, roh yang baru
ditiupkan pada janin, yang roh itu sejak awal telah bersaksi bahwa Allah adalah
Rabbnya.
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ
قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ
هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan).” [Al-a’raaf : 172]
Seiring perjalanan kehidupan
manusia, terkadang roh itu menjauhi kodratnya, melupakan asalnya, melupakan
kesaksiannya. Hingga kelalaian roh –yang tentunya sudah masuk ke jasad, hingga
ia menjadi manusia—itu menyebabkan kerusakan yang bermacam-macam, yang paling
parah adalah penyekutuan Allah dengan sesuatu, kemudian satu tingkat
dibawahnya, dan seterusnya. Apakah hal ini Allah biarkan? Tidak! Allah sendiri
berfirman:
أَيَحْسَبُ
الْإِنْسٰنُ أَنْ
يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” [Al-Qiyamah : 36]
Allah
tidak membiarkan manusia begitu saja di bumi ini hidup berada dalam kabut yang
pekat dan kegelapan yang membutakan, maka Allah menunjukkan bukti kasih
sayangNya pada makhluk-makhluknya, khususnya jin dan manusia, yaitu dengan
mengutus para rasul,
إِنَّا
أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شٰهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إلَى
فِرْعَوْنَ رَسُولًا ، فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنٰهُ أَخْذًا وَبِيْلًا .
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir mekah) seorang rasul yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” [Al-Muzzammil : 15-16]
Sehingga
dengan pengutusan itu, roh yang menjauh dari kodratnya akan kembali. Hingga
kerusakan-kerusakan yang timbul perlahan akan hilang, dan lahirlah
perbaikan-perbaikan pada roh itu sendiri yang mengakibatkan menderasnya arus
perbaikan di dunia ini.
Mari
kita mengganti roh kita. Mengganti roh lama menjadi baru bukan melenyapkan roh
yang telah bersemayam pada jasad kita, melainkan memperbaiki roh yang telah
menyimpang hingga ia kembali pada kodratnya, so let’s have the new spirit!
New spirit, semangat baru, al-hammaasatul-jadiidatu. Semangat,
spirit, al-hammaasah, ia adalah hal yang senantiasa berada dalam hati-hati
manusia, dan dengannya manusia memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan
suatu hal, hingga pada kasus-kasus tertentu, melakukan kebodohan yang tak
beresensi, pernah dengar tentang YOLO?
YOLO adalah tren remaja yang
umumnya berada di Amerika Serikat, sebenarnya YOLO adalah sebuah singkatan dari
You Only Live Once. Sepintas jika kita lihat, YOLO bisa jadi sebuah kalimat
motivasi untuk orang-orang agar ia lebih menghargai hidupnya, contoh ketika ada
seseorang yang merasa putus asa hingga ingin bunuh diri, bisa saja ia
dimotivasi dengan YOLO. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi tidak seindah
harapan, banyak remaja menggunakan YOLO sebagai pembenaran atas seluruh hal
yang mereka lakukan. Seperti melakukan seks bebas, para remaja itu akan
mengatakan YOLO, ketika meminum minuman keras, YOLO, ketika esok hari ada tes
di sekolah tetapi tidak belajar, YOLO, ketika menghindari pembicaraan serius
dan perenungan terhadap hari-hari yang berlalu, YOLO, YOLO dan YOLO. Dan
sayangnya, hal ini terjadi.
Dan
begitulah bentuk semangat, ia bisa menjelma menjadi suatu dorongan yang begitu
kuat untuk melakukan hal-hal mulia, seperti ketika Zaid bin Tsabit ketika
mengumpulkan al-Qur’an menjadi satu, ketika Ja’far bin Abi Tholib memegang
panji kaum muslimin pada perang Mu’tah, ketika Istri Mu’awiyah memukul bagian
belakang kuda suaminya supaya semangat menghadapi musuh-musuh Allah, ketika
Mush’ab bin Umair yang awalnya pemuda yang kaya dan berada dalam kemewahan
berhijrah ke Habasyah sehingga ia menjadi teramat miskin, ketika Ammar bin
Yasir disiksa oleh majikannya untuk mengakui sesembahan selain Allah, ketika
ibunda Ammar bin Yasir yang mati bertahan dalam tauhid, ketika Umar bin
Khaththab menginfakkan separuh hartanya untuk Allah dan RasulNya, ketika Abu
Bakar ash-Shiddiq menginfakkan seluruh hartanya untuk Allah dan RasulNya, ketika
para sahabat Nabi menggali parit atas usul Salman al-Farisi, ketika para
sahabat Nabi melindungi Rasulullah mati-matian di perang Uhud, ketika
Rasulullah Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wasallam pergi ke Thaif untuk berdakwah
hingga ia dilempari batu dalam perjalanan keluar dari Thaif, ketika Rasulullah
menolak penawaran malaikat penjaga gunung untuk membalikkan gunung kepada
masyarakat Thoif, ketika Rasulullah berdoa setelah penawaran itu supaya dari
Thoif ada orang-orang yang teguh dalam memegang tauhid.
Namun, bisa jadi ia menjadi
pendorong manusia untuk melakukan hal-hal ini, sebagaimana para sebagian besar
remaja Amerika Serikat dalam menjalankan prinsip YOLOnya, kemudian para siswa
yang begitu merindukan nilai tinggi hingga ia melakukan bermacam kecurangan,
begitu pula manusia yang dalam jiwanya ada hasrat terhadap harta yang begitu
tinggi, hingga dengan ribuan cara ia melakukan korupsi.
Dan dalam di kita, tentu semangat
itu terkadang condong di sisi yang mulia, terkadang ia condong di sisi yang hina,
saling tarik menarik, seringkali semangat melakukan hal-hal yang tidak berguna
–bahkan cenderung hina—lebih besar, dan ini seperti perkataan Nabi Yusuf yang
diabadikan dalam al-Qur’an:
وَ
مَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةُ بِااسُّوْءِ إِلَّا مَا
رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Yusuf : 53]
Tapi hal ini tak berarti kita boleh
putus asa dalam mengontrol semangat itu dan meletakkannya pada tempat yang
mulia, tentu jika hal itu dibolehkan akan timbul kerusakan yang begitu besar,
oleh karena itu, perbaikan semangat, restorasi semangat sangat diperlukan untuk
menjalani kehidupan yang semakin lama semakin penuh dinamika ini. Dan dengan
semangat baru –yang telah baik—tentu kehidupan kita akan terhindari dari
kerusakan yang banyak. Jadi, New spirit
for new good life!
Islam,
waktu itu berbondong-bondong manusia menuju ke Arafah, waktu itu hari ke-8
bulan Dzulhijjah tahun 10 Hijriyyah, seorang laki-laki mengendarai seekor unta
yang dinamai Qashwa, hingga ia berada di tengah-tengah Arafah. Di sana telah
berkumpul sekitar 124.000 sampai 144.000 orang. Laki-laki yang berparas rupawan
itu berdiri, dari wajahnya terpancar charisma yang begitu memikat, tubuhnya
yang proporsional, rambutnya yang indah, seorang manusia yang begitu sulit
untuk tidak memperhatikannya, beliau adalah Muhammad bin Abdillah, Rasulullah
Shalallaahu ‘alaihi wasallam, dan beliau menyampaikan khutbah di hadapan
seratus ribuan orang itu,
“Wahai sekalian manusia, dengarlah
perkataanku ini karena sesungguhnya aku tidak tahu, boleh jadi aku tidak akan
bertemu kalian lagi setelah tahun ini dalam kondisi seperti sekarang ini.
Sesungguhnya darah kalian dan harta
kalian terlindungi dan mulia seperti kemuliaan hari kalian ini, pada bulan
kalian ini, dan negeri kalian ini. Ketahuilah, segala sesuatu dari urusan
jahiliah sudah terinjak hina di bawah kakiku dan darah jahiliah sudah tidak
berlaku.
Dan sesungguhnya darah pertama dari
darah kita yang aku hapuskan adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Harits. Riba
jahiliah sudah tidak berlaku dan riba pertama yang aku hapus adalah riba Abbas
bin Abdul Muthalib karena semua itu sudah tidak berlaku.
Bertakwalah kalian kepada Allah
dalam masalah perempuan karena kalian mengambil mereka dengan amanat dari Allah
dan kalian menghalalkan kemaluan (kehormatan) mereka dengan kalimat Allah.
Kewajiban mereka terhadap kalian adalah mereka tidak memasukkan seseorang yang
tidak kalian sukai ke tempat tidur kalian. Jika mereka berbuat demikian, maka
pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban
kalian terhadap mereka adalah memberi nafkah dan pakaian yang layak.
Sungguh, telah aku tinggalkan pada
kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat apabila kalian berpegang teguh
dengannya, yaitu Kitabullah. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak ada
nabi lagi setelahku, tidak pula ada umat baru setelah kalian. Maka, sembahlah
Rabb kalian, dirikanlah shalat lima waktu, berpuasalah Ramadhan, bayarlah zakat
dengan suka rela, berhajilah ke Baitullah, dan patuilah pemimpin-pemimpin kalian
niscaya kalian akan masuk surga Rabb kalian. Dan kalian akan ditanyai
tentangku, maka apa yang akan kalian katakan ?”
Serempak mereka berkata dalam satu
suara yang begitu indah, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan dan
menunaikan serta memberi nasihat.”
Kemudian Rasulullah berkata seraya
mengangkat jari telunjuknya ke arah langit dan mengarahkannya kepada
orang-orang.
“Ya Allah saksikanlah !”
Beliau mengulanginya sampai tiga
kali. Dan ketika Rasulullah telah selesai berkhutbah, turunlah firman Allah
subhanahuwa ta’ala yang membuat Umar bin Khaththab menangis begitu getir,
أَلْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَ رَضِيْتُ
لَكُمُ الْإِسْلٰمَ
دِيْنًا
“Pada hari ini telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhoi Islam jadi agama kalian.” [al-Maidah : 3]
Umar bin Khaththab berkata ketika
ditanya sebab ia menangis ketika ayat ini turun, “Sesungguhnya, setelah
kesempurnaan itu hanya ada kekurangan.” Shadaqta
Yaa Umar, engkau benar wahai Umar.
Dari kisah khuthbah nabi sewaktu
haji wada’ ini, dengan jelas kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang
diridhoi oleh Allah, satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah dan ia telah
sempurna, sehingga tidak boleh ada penambahan pada ajaran Islam ataupun pengurangan,
karena hakikatnya sesuatu yang perlu ditambah berarti ia tidak sempurna dan
sesuatu yang dikurangi akan menurunkan kesempurnaannya. Tapi masih belum jelas
bagaimana sih Islam itu.
Pernah Rasulullah didatangi seorang
lelaki ketika bersama dengan para sahabat, para sahabat tidak mengenal lelaki
itu, dan di wajahnya tidak tampak bekas perjalanan jauh, lalu lelaki itu
menyandarkan lututnya ke lutut Nabi Muhammad, lalu ia berkata :
“Wahai Muhammad! Beritahukanlah aku
tentang Islam.”
Rasulullah menjawab:
اَلْإِسْلَامُ
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلٰهَ
إِلَّا اللّٰهُ وَ
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَ تُقِيْمَ الصَّلَاةَ ، وَ تُؤْتِيَ
الزَّكَاةَ ، وَ تَصُومَ رَمَضَانَ ، وَ تَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ
إِلَيْهِ سَبِيْلًا
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.” [ HR Muslim]
Bagaimana dengan memuliakan tamu,
menolong sesama, berdakwah, memberikan hadiah kepada orang lain, menikah, tidak
memaka riba, tidak memakan daging yang diharamkan, kan hal itu tidak disebutkan
pada hadits ini?
Secara implisit, seluruh ajaran
Islam telah termasuk dalam hadits tersebut, dengan alasan tentu kita bersaksi
bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah memiliki konsukensi, yaitu
membenarkan seluruh berita dari Allah, taat pada seluruh perintahNya dan
menjauh seluruh laranganNya, demikian persaksian kita bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah memiliki konsekuensi membenarkan seluruh berita
darinya—karena berita dari Nabi dari Allah—, taat pada seluruh
perintahnya—karena perintah Nabi juga dari Allah—, dan menjauhi hal-hal yang
dilarang oleh Nabi—karena hal yang dilarang Nabi juga dari Allah—.
Oleh karena itu para ulama menulis
berbagai makna Islam, dan yang paling menyeluruh dan mudah dihafal adalah
pengertian Islam oleh seorang ulama, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Islam
adalah,
اَلْإِسْلَامُ
هُوَ اِسْتِسْلَامُ لِلّٰهِ
بِالتَّوحِيْدِ وَ الْعِنْقِيَادُ لِلّٰهِ بِالطَّعَاتِ وَ الْبَرَاءَةُ مِنَ
اَلشِّرْكِ وَ أَهْلِهِ
“Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid, dan mengikat diri kepada Allah dengan ketaatan, dan membenci kesyirikan dan pelakunya.”
Journey, New Spirit, Islam.
Ketiganya memiliki hubungan yang menarik, disadari atau tidak, seluruh manusia
berada dalam sebuah Journey yang penuh dinamika, terkadang ia harus melalui
ribuan belokan, atau terperosok ke jurang, dan mau tidak mau, tahu tidak tahu,
perjalanan itu akan berujung pada muara yang bercabang dua, yaitu ke surga atau
ke neraka.
Dan di muara itu manusia tidak bebas
memilih, ia harus mempertanggungjawabkan seluruh hal yang dia lalui. Oleh
karena itu, sebelum manusia tiba di muara, ia harus melalui jalan-jalan yang
membuat timbangan kebaikannya berat nanti, meskipun berada di jalan itu harus
agak terseok atau menyeret kaki. Dan untuk melewati seluruh tantangan itu,
manusia harus memiliki New Spirit, yaitu ruh dan semangat baru yang baik dan
siap diterpa ujian.
Ruh yang baik akan berpengaruh pada
jasad, karena ruh sendiri memiliki pengaruh pada hati, dan jika hati itu baik,
maka seluruh tubuh akan menjadi baik sehingga tubuh dapat difungsikan optimal
untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang mulia. Dan untuk mencapai kebaikan ruh
itu, diperlukan semangat yang membara dalam memperbaiki ruh itu, karena tanpa
semangat tentu manusia yang terseok dalam perjalanannya akan semakin terseok,
yang berjalan akan terseok, yang berlari akan berjalan, sehingga diperlukan
semangat yang besar dalam meraih kebaikan untuk memperbaiki ruh.
Dan Islam? Islam adalah kunci
perbaikan ruh itu ! Islam pula penuh dengan pembangkit semangat ! Dan Islam itu
pula jalan yang harus dilalui seseorang supaya ia selamat ketika berada di
waktu penghitungan ! Dan hanya Islam, tidak ada selainnya. Maka Islamlah yang
harus dipegang erat-erat seluruh manusia supaya selamat pada perjalanan
panjangnya, dan ketika ia memegang Islam erat-erat, maka ruhnya akan membaik,
hingga akan terlahir dari perilakunya akhlaq-akhlaq mulia yang elegan, dan
dengannya pula semangat untuk melakukan hal-hal mulia akan timbul deras dan
bisa jadi membara, hingga seluruh hal yang berhubungan dengan kebaikan akan ia
lahap tanpa ragu !
Jika ada manusia seperti ini,
alangkah beruntungnya dunia ini !
Jika ada sepuluh manusia seperti ini, alangkah bahagianya dunia ini !
Jika ada seratus manusia seperti ini, alangkah indahnya dunia ini !
Jika ada satu bangsa berisi manusia seperti ini, alangkah syahdunya dunia ini !
Jika ada sepuluh manusia seperti ini, alangkah bahagianya dunia ini !
Jika ada seratus manusia seperti ini, alangkah indahnya dunia ini !
Jika ada satu bangsa berisi manusia seperti ini, alangkah syahdunya dunia ini !
Tentu
hal ini tidak bisa dibilang mudah dicapai, dan ada beberapa kita yang bisa
dilakukan dalam meraih kebaikan yang tak terhingga nilainya ini, dan semuanya
terangkum dalam surat al-Ashr ayat 1-3. Dari surat yang mulia tersebut, kita
bisa mendapat empat hal yang membuat kita dapat meraih kebaikan yang begitu
besar:
11. Ilmu
Tidak bisa diingkari bahwa belajar itu penting. Hal
ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif adalah
dengan duduk di majelis ilmu. Karena memang Allah memberikan
keutamaan-keutamaan tersendiri dalam majelis ilmu daripada melalui metode lain
seperti membaca buku, atau membaca artikel lewat internet. Sedikit dari keutamaannya
adalah nama-nama manusia yang berada di majelis ilmu yang di sana membahas
tentang al-qur’an dan as-sunnah disebut sebut oleh Allah dan seluruh penduduk
langit. Dan cukuplah ini sebagai keutamaan yang begitu besar akan mempelajari
ilmu agama.
Dan dari belajar ini manusia bisa membedakan hal-hal
yang bermanfaat bagi dirinya dan hal-hal yang merugikan, begitu pula hal-hal
yang dapat menyelamatkannya dari azab neraka dan dapat mengantarkannya menuju
surga, serta hal-hal yang dapat melapangkan dadanya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan dalam hatinya.
Dan itulah pentingnya ilmu. Dan ilmu adalah kunci
utama dalam meraih kebaikan yang tidak terhitung banyaknya.
22. Amal
Apa manfaat ilmu tanpa amal ? tidak ada. Jika ilmu
itu hanya disimpan sebagai teori tanpa ada aplikasi, ia akan menjadi beban yang
harus dijaga dan tidak menjadi satu dengan diri kita. Hal ini akan
mengakibatkan diri kita keberatan menjaga ilmu itu sehingga gugur dari jalan
kebaikan.
Dan untuk meringankan beban ilmu itu dengan cara mengamalkannya,
meski pada awalnya terasa berat –atau bisa dibilang menantang—tetapi jika sudah
terbiasa maka nikmatnya akan terasa, baik untuk fisik maupun jiwa. Sebagaimana
orang yang telah terbiasa shalat malam, akan merasakan nikmat yang belum
dirasakan orang-orang yang belum terbiasa shalat malam. Dan ketika kenikmatan
sebuah amalan yang berdasarkan ilmu ini telah dirasakan, maka tidak akan ada
lagi penghalang antara dia dengan amalan itu, dan tentunya kenikmatan yang ia
rasakan akan membuat kualitas kehidupannya lebih baik. Yang sering pemarah
menjadi mudah menahan amarah, yang sering bersedih menjadi lebih bergembira,
yang sering bermasam muka akan bermuka manis, dan banyak contoh perubahan lain
yang baik.
33. Dakwah
Dakwah adalah penyampaian tentang ilmu yang telah
kita amalkan, dan hal ini perlu kita lakukan supaya kita tidak merugi, selain
itu untuk membuat kita peka dengan realita, bahwa banyak hal-hal yang meskipun
sama kasusnya tapi perawatannya berbeda, maka dengan kepekaan itu empati akan
lebih timbul, pola piker akan lebih terarah, sikap akan lebih berhati-hati, dan
perilaku akan menjadi semakin lembut dan elegan, yaitu tepat pada tempat dan
waktunya.
Dan dengan
berdakwah ini akan banyak ditemukan teman-teman seperjuangan yang dengan
merekalah seseorang berbagi rasa, sehingga mereka saling bahu membahu,
bergandeng tangan, saling mendukung dalam kesulitan dan kemudahan sehingga
lebih mudah baginya untuk tetap bertahan dalam ilmu dan amalnya, dan tidak
mudah untuk gugur dari jalan kebaikan.
Maka dari itu, berdakwahlah, supaya tidak mudah
gugur dalam perjuangan.
44. Sabar
Inilah kuncinya, yakni sabar. Sabar adalah seni
managemen diri supaya tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan
Rasul-Nya dalam keadaan apapun. Jika seorang manusia dalam kemudahan, maka
sabar adalah dengan tidak menjadikan kemudahan itu sebagai akses kemaksiatan.
Jika seorang manusia dalam kesusahan, maka sabar adalah dengan tidak menjadikan
kesusahan itu sebagai kesempatan meratap dan mengutuk semua hal.
Maka sabar adalah tetap berada dalam jalan Allah,
dalam mempelajari Islam, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Maka termasuk
dari sabar adalah berdoa kepada Allah, karena tanpa Allah tentu tiada daya dan kekuatan, dan hanya
Allah-lah tempat bergantung segala sesuatu. Iyyaaka
na’budu wa iyyaaka nasta’iin.
Dan
itulah empat hal yang dapat mengantarkan kita dalam perjalanan panjang kita di
dunia ini, sehingga ketika tiba muara kita, kita dapat selamat sampai tempat
kehidupan yang memuaskan, yaitu surga Allah, yang dibawahnya terdapat
sungai-sungai yang mengalir, dan akan kekal orang-orang di dalamnya, tanpa ada
kesusahan, tanpa ada kesakitan.
Demikian paparan tentang Journey,
New Spirit, dan Islam. Dari paparan penulis jika terdapat kekurangan maka itu
adalah dari penulis, dan bila terdapat kebenaran maka hal itu datangnya dari
Allah semata. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi pintu hidayah untuk
banyak insan. Aamiin.
Jazakumullaahu
khoiron katsiiron.
Wa akhiiru katabatiy, ma’as-salaamah.
Wa akhiiru katabatiy, ma’as-salaamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar