Sabtu, 16 Februari 2013

Tak Tergoyahkan dari JalanNya


Keramaian kota, mobil-mobil berbaris di jalan, menunggu gilirannya maju, klakson-klakson dibunyikan oleh beberapa yang kalah oleh marah, sepeda motor yang menyelip tiba-tiba di depan sebuah mobil menjadikan jalan raya sebuah arena ketegangan tersendiri yang lebih menegangkan daripada ujian sekolah. Manusia-manusia sliwar-sliwer di trotoar, selagi menenteng barang-barang hasil belanjanya, dengan perempuannya yang memiliki hiasan kerlap-kerlip di lengannya, bahkan ada yang tak malu perlihatkan auratnya (seakan berkata, “Hei, ini kecantikanku untuk siapa saja, silakan nikmati!”), sedangkan para lelaki, banyak yang tak peduli akan pakaiannya, seakan hanya wanita yang perlu diatur pakaiannya, dan kata-kata kotor banyak mewarnai jalan. Bercampur semuanya menjadi satu di trotoar, bahkan ada sepasang yang bermesra menggunakan seragam sekolahnya, lengkap dengan atribut almamaternya.

Subhanallah, ketika mengingat bahwa Indonesia adalah negara berjumlah penduduk muslim terbesar di dunia, kemudian melihat kenyataan yang terjadi dalam lingkungan sekitar, ironi rasanya. Tentu tak selayaknya sebuah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dalamnya terjadi fenomena-fenomena yang kering akan Islam, akan tetapi kenyataan wajib kita terima, bagaimanapun keadaannya. Timbul sebuah pertanyaan, mampukah kita bertahan?

Haruskah Bertahan?

Ingat bahwa hati kita senantiasa menjadi medan perang sebagaimana sabda Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam,

"Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang dianyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang mengingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi." (Diriwayatkan Muslim)

Tentu kita tak ingin hati kita menjadi hati yang tak kenal kebaikan dan menyuburkan kemungkaran. Karena gelapnya hati adalah modal dari segala keburukan.
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (Al-An'am: 122).

Lantas bagaimana kita mampu bertahan? Tidak lain adalah dengan menambah noktah-noktah putih pada hati kita, yang tidak lain adalah iman. Ya, imanlah yang kita butuhkan di zaman yang sedang carut marut ini, ketiadaan iman akan mengakibatkan ketiadaan pribadi muda karena tenggelam dalam arus dahsyat keburukan. Ketiadaan iman yang akan membuat semua hal diterjang, mulai merokok, mencicipi minuman keras hingga ketagihan, dan bahkan melakukan perzinahan sebelum menikah, kemudian merambah lagi terhadap ketidakpercayaan akan keadilan Allah ketika ditimpa musibah, dan terlupanya akan Allah ketika nikmat menerpa, maka shalat hanya ucapan, puasa hanya menahan, maka kita saat itu bukan lagi manusia yang dicintai Allah, maka keselamatan dari mana yang akan kita raih ketika kita tidak dicintaiNya?

Iman bertambah dan berkurang, bertambah dengan sebab, berkurang dengan sebab pula. Apa yang membuat iman kita mampu  tumbuh subur di hati?

Pertama, Mengenal Allah

Mengenal Allah akan Nama-nama dan Sifat-sifatNya dan menancapkan penghayatannya di hati kita akan menumbuhkan iman dengan sangat subur pada hati kita, sebagaimana kata seorang ulama, “Barangsiapa semakin mengenal Allah akan semakin takut kepada Allah.” Takut akan berbuat hal-hal nista, takut terjerumus dalam jurang maksiat.

Semisal, jika kita benar menghayati bahwa Allah Mahabijaksana (al-Hakim), maka tentu dengan seluruh ketentuan Allah hati kita rela dan tenang, baik ketentuan secara syari’at yaitu aturan agama maupun secara kejadian yang terjadi di alam ini, karena kita yakin, bahwa Allah tak akan berlaku zholim, dan seluruh ketentuanNya memiliki hikmah yang indah.

Kedua, Membaca Ayat-Ayat Allah

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. al-Anfâl [8]: 2)

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata, “Ketahuilah bahwa kuatnya agama dan iman tidak mungkin diraih kecuali dengan banyak membaca al-Qur’an atau mendengarkannya dengan penuh renungan dan dengan niat untuk mengamalkan perintah dan menjauhi larangannya.”

Ketiga, Menuntut Ilmu Syar’i

Ilmulah yang menunjukkan kita pada kebaikan, dan menunjukkan kita akan keburukan, dan tanpa meraih ilmu itu, kita tak akan tahu kebaikan sehingga kita tak mampu meraihnya, dan tak akan tahu keburukan sehingga kita akan mudh terjerumus di dalamnya. Maka ilmu sangat penting, agar kekokohan kita di Jalan Allah tetap terjaga.

Keempat, Berteman dengan Teman yang Baik

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119)

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi. Syaikh al-Albani mengatakan Shahih)

Mari Kita Berjuang, Bersama!

Yakinlah, bahwa kita pemuda Islam mampu tetap bertahan dan pancarkan sinar Islam yang menerangi kegelapan di semesta ini, sekaligus menjadi cahaya yang menyalakan cahaya-cahaya yang lain, hingga akhirnya kita semua kokoh dalam jalanNya, di jalan Allah Ta’ala yang berujung ke surgaNya, yang di dalamnya terdapat ribuan nikmat yang tak terbayang di dunia. 

Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman” (QS. Al Furqon: 75-76)

(disalin dari http://muda.kompasiana.com/2013/02/16/tak-tergoyah-dari-jalannya-534204.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar