Kamis, 04 Juli 2013

Teladan Salaf: Umar & Abdullah tentang Usamah & Zaid

Sekitar Muharram, tahun 20 H. Kala itu kaum muslimin dipimpin oleh al-Faruq Umar bin Khaththab, insan yang ucapannya beberapa kali selaras dengan wahyu Allah yang belum diturunkan. Amirul Mu`minin yang pertama dan yang tak akan pernah tergantikan. Sosok yang tak pernah bisa diam dalam memegang amanah besar.

Saat itu, Umar bin Khaththab melakukan pembaruan dalam bidang kenegaraan, salah satunya ialah pengistimewaan dalam alokasi bantuan kepada setiap muslim. Di masa ash-Shiddiq, ia menyamaratakan pembagian harta itu bagi setiap muslim.

Pembaruan ini dipersoalkan. Al-faruq bukan membuat kebijakan itu tanpa alasan, ia menegaskan,

"Aku tidak akan menyamakan orang yang pernah memerangi Rasul shalallahu 'alaihi wasallam dengan orang yang sejak dahulu berperang bersama beliau."

Umar pun mengistimewakan istri-istri Nabi, lalu ia istimewakan pejuang Badar, kemudian ia dahulukan pejuang Uhud, lalu ia pilah kaum Muslimin berdasarkan bacaan Alquran dan gerakan jihad mereka. Maka setelah semua terpilah dan masih ada sisa-sisa kaum muslimin yang istimewa hanya dengan tauhid dan pengamalan rukun Islamnya, Umar pun membagi rata di kalangan mereka.

Ibnu Umar, Abdullah. Putra kedua Umar ini adalah seorang pemuda gagah yang tak kenal takut pada selain Allah. Buah tak pernah jauh ketika jatuh dari pohonnya, putra Umar ini pun tak segan menyerahkan apa yang ia butuh lagi gemari kepada yang membutuhkan. Pribadi gemilang ini adalah salah satu perhiasan kaum muslimin.

Suatu ketika Abdullah ibnu Umar berkomentar tentang hasil kebijakan yang ayahnya lakukan,

"Wahai Ayah, Engkau alokasikan dana untukku sebesar tiga ribu dirham sedangkan untuk Usamah sebesar empat ribu dirham."

lanjut Abdullah, "Padahal, aku pernah mengikuti peperangan yang tidak diikuti Usamah (bin Zaid)."

Pemuda ini tidak menghendaki dirinya dijatah banyak. Yang ia kehendaki adalah ketidakjatuhan ayah yang ia kasihi dalam kezholiman dalam penentuan jumlah bantuan. Maka bentuk kasih mana lagi yang lebih mengagumkan dari mengingatkan sang terkasih untuk tidak tercatat baginya kezholiman?

Umar bin Khaththab pun menjelaskan, "Aku menambahkan alokasi dana itu untuk Usamah karena dia lebih dicintai Rasulullah daripada kamu. Ayahnya juga lebih beliau cintai daripada ayahmu ini."

Dan teranglah, Umar tak tentukan kebijakan itu hanya atas dasar egonya. Ia tetapkan itu dengan berusaha tetap dalam ridho Allah dan orang yang paling ia cintai dalam hidup dan setelah matinya.

Dan Abdullah bin Umar? Dengan senang hati dan rela dengan keputusan ayahandanya tercinta. Dua pribadi ini, semoga terletak dalam kenang dan jajaran teladan kita.

[Terotak-atik dari buku "10 Sahabat Nabi Dijamin Surga" terjemahan Al-'Asyarah al-Mubasysyaruuna bil Jannah, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, halaman 204-205]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar