Minggu, 17 Juni 2012

Imajinasi.

Coba kamu bayangkan, kamu ada di pantai, waktu itu masih sore kira kira jam setengah 4 sore, dimana angin pun berhembus keras menempamu, meski ada serpihan pasir pantai yang mengenai lengan bajumu, tetapi kamu tak peduli, yang kamu pedulikan hanyalah menghirup udara pantai sebesar besarnya, sambil merenggangkan tangan ke kiri kanan dan membusungkan dada, begitu kuat, begitu melegakan.

Dan setelah itu kamu duduk, sambil menyedot air kelapa dari kelapa langsung, tanpa ada campuran sirup marjan atau apapun itu, sambil memegang sendok untuk mengambil isi kelapa yang kenyal dan menimbulkan sensasi yang membuat air liur terus keluar, dan air kelapanya pun mengaktifkan saraf saraf rasa di lidah dan membuat perpaduan unik yang tidak akan didapat dari air kelapa selain di pantai.

Dari kejauhan, samar samar dan sedikit bergelombang karena panas, dari arah matahari yang mulai terbenam, ada siluet dua orang yang kamu kenal, dua orang yang begitu kamu sayang, yang kamu kasihi, yang kamu benar benar tidak bisa lepaskan dari memorimu, mungkin kamu memanggilnya papa mama, atau ayah ibu, atau ayah bunda, atau abi umi, tapi semua panggilan itu mengarah kepada dua orang yang sedang menujumu yang sedang meminum air degan itu yang kamu beli dengan uang mereka berdua.

Kamu mengayunkan tanganmu ke atas memberi isyarat "ayah, ibu, aku di sini menunggumu" dan sosok perempuan yang di sana pun mengayunkan tangannya ke atas dan tersenyum senang, menyadari bahwa dia dan kekasihnya akan bertemu dan berbagi kasih sayang dengan buah hatinya, ingin rasanya dia memelukmu, bahkan kalau tidak karena berat badanmu yang sudah jauh dari masa kecilmu, dia ingin menimangmu di peluknya, dan menidurkanmu di sisinya.

Kamu pun memandangi mereka dengan wajah termanismu, wajah yang begitu senang dan bahagia. Hingga tiba tiba kedua orang tuamu pun menghentikan langkahnya, kamu tertegun heran, kedua sosok manusia itu tetap mengayunkan salah satu tangannya ke atas kepadamu, kamu ingat kalau kamu harus memakai kacamata untuk melihat lebih jelas, lalu kamu memakai kacamata itu, dan terlihat semakin jelas sosok mereka berdua yang tersenyum begitu manis, begitu ringan, hingga kamu lihat mata ayahmu yang sekitarnya sudah keriput, terlalu banyak memandang dunia luar yang begitu busuk dan kotor hanya untuk mencukup kebutuhan orang yang disampingnya dan kebutuhanmu, dan di keriput itu, di pipinya, ada air mata yang entah dari mana asalnya. Air mata yang jarang sekali kamu lihat, yang selalu ayahmu sembunyikan hanya untuk menunjukkan bahwa dia adalah seorang bapak dan tidak patut untuk dia bila menangis di depan anak dan istrinya. tapi kali ini dia menangis, entah kenapa.

Lalu kamu melihat ke seseorang di sebelahnya, ya, ibumu, orang yang bersamamu hampir di setiap sudut kenangan yang ada di memorimu, mungkin kamu tidak ingat, tapi ayahmu akan selalu ingat bagaimana ibumu yang merasakan nyeri di punggungnya ketika bangun tidur sewaktu mengandungmu, akan tetapi ibumu tetap senang dan sangat bahagia menyambut hadirmu. Mungkin juga kamu tidak ingat, tapi ayahmu akan selalu ingat teriakan sakit yang begitu keras dari ibumu ketika sudah waktumu untuk mengenal dunia ini, mungkin kamu tidak ingat kejadian setelah itu, tapi ayahmu akan selalu ingat bahwa ibumu seketika lupa rasa sakit itu dan berubahlah rasa itu menjadi bahagia yang tak terkira ketika dia melihat manusia mungil itu diberi pada peluknya. Kini matanya tidak seperti mata yang dulu, meski sinarnya tetap sama, sinar kasih sayang yang senantiasa memancar dari sana yang tidak akan pernah habis, kini sudah semakin lemah, karena air mata yang tercucur banyak sore itu, dan senyumnya yang masih indah itu masih terpajang, meski bibirnya termasuki air matanya sendiri.

Kamu pun heran melihat kedua sosok orang tuamu yang menangis, kamu bertanya tanya kenapa, dan kenapa mereka berdua menangis ? kemudian ombak yang sangat besar datang dari lautan begitu cepat, begitu padat, waktu terasa semakin lama, kini kamu tak peduli air kelapa itu, yang kamu pedulikan hanyalah meraih keduanya dan memegang lutut mereka hingga menyerahkan diri kemana takdir Tuhan mengarah.

ombak itu pun siap untuk melumat kedua orang tuamu, sedangkan kamu masih tiga perempat jalan untuk meraih keduanya, dan kamu pun melompat dengan tangisan yang begitu kuat, tepat ketika air air itu telah menyelimuti tubuh orang tuamu, kamu berhasil memeluk mereka, dan menyatukan kata kata yang terlontar dari lisanmu dan orang tuamu, bahwa "aku sayang kalian. aku gak mau pisah dengan kalian, kita berdoa semoga kita masih bisa selamat dari ombak ini". Hingga ombak itu menggulung kalian bertiga, menggulingkan jasad yang lemah menjadi semakin lemah, tak terasa air matamu pun juga mengalir deras, tapi kamu menyadari kamu berada bersama orang yang kamu kasih dan sayangi, kamu pun tersenyum, orang tuamu pun juga. dan mereka mengajakmu menutup mata bersama sama, dan kamu pun mulai menutup mata, perlahan... perlahan... hingga tidak terdengar apa apa lagi, sunyi sepi, kosong, hampa.

kamu hanya menikmati berada dalam hanyutan sambil memegang erat orang tuamu sambil menutup mata, dan kring badanmu mulai termasuki air, lalu kring hidungmu terasa susah untuk bernafas, dan kring kamu terpaksa membuka matamu, dan KRIIIING KRIIIING KRIIIING !!!!! alarmmu berbunyi, kamu terbangun melihat langit langit kamarmu yang masih buram, dan kamu terduduk terkaget karena mimpi buruk itu, akan tetapi, tepat di depanmu, orang tuamu, membawakan makanan favoritmu, sambil membawa tulisan "selamat masuk jurusan yang kamu inginkan dik !" dan tersenyum dengan senyuman yang tidak pernah ada sebelumnya. Kamu pun mulai terisak, dan kamu memeluk keduanya yang juga menangis bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar