Sabtu, 02 Juni 2012

Ihdinaa ash-shiroothol-mustaqiim.

Tunjukilah aku jalan yang lurus.
Setidaknya minimal 17 kali kita memohon petunjuk untuk menapaki jalan yang lurus.

Suatu hari,
ada seseorang yang bernama A, datang dari kota Mojokerto ke Surabaya untuk pertama kalinya.
Dia ingin pergi ke SMAN 5 Surabaya untuk mengikuti SkilasCup 20XX.
Akan tetapi dia tidak tahu letak SMAN 5 Surabaya, sehingga dia bertanya pada seseorang.

"Assalamu'alaikum pak, tunjukilah aku jalan ke sma 5 ?"
atau bahasa arabnya "Assalamu'alaikum yaa akhi, ihdiniy thoriiqon ilal-madrasatil-khamsah ?"
"Oh di jalan Kusuma Bangsa nak, kamu naik bemo yang ada huruf V itu, insya Allah nanti datang di dekat SMAN 5, habis itu tanya lagi aja"

Ada 2 kemungkinan tentang apa yang akan dilakukan si A :

1. Menuruti petunjuk itu untuk sampai ke SMA 5
2. Tidak menuruti petunjuknya

Tentu kita semua mikir, "wah gak waras kalau si A memilih kemungkinan ke dua" dan sejenisnya.
Ya, memang benar.

Orang yang memilih pilihan kedua itu ada 2 kemungkinan :
1. Orang yang gila
2. Orang yang gak percaya sama pemberi petunjuk

jika si A gila, wajar saja dia tidak mengikuti petunjuk, karena memang dia tidak memiliki kemampuan akal yang cukup untuk mencernanya, apalagi mengikuti.

jika si A tidak percaya kepada pemberi petunjuk, hal ini adalah salah satu bentuk kegagalan manajemen diri, dan salah saut bentuk pengkhianatan. Apa fungsi meminta petunjuk jika kemudian tidak mengikutinya ? apalagi menolaknya mentah mentah.

Sama ketika kita 17 kali membaca ayat tersebut, kita meminta petunjuk, arahan kepada Allah, supaya kita bisa berjalan di jalan yang lurus.

Dan ketika (sayangnya kita banyak tidak menyadari) banyak sekali petunjuk pada jalan yang lurus, yang berupa al-Qur'an, hadits, majelis ilmu, organisasi kerohanian yang lurus, atau bahkan orang orang yang biasa kita temui setiap harinya.

Toh kebanyakan kita memilih kemungkinan kedua, yaitu mengikuti jalan yang lain.

Kita tidak gila kan ?
Atau kita tidak percaya sama Allah ?

Dimana iman kita ?
Apakah selama ini kita cuma lip service dalam shalat ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar