Padahal sama-sama bintang.
Najm bintang, Kaukab bintang.
Kenapa semua ingin menjadi Najm ?
بِئْسَ مَا لِأَحَدِهِمْ يَقُوْلُ : نَسِيْتُ أَيَةَ كَيْتَ وَكَيْتَ بَلْ هُوَ نُسِّيَ
“Sungguh buruk orang yang berkata : Aku lupa ayat ini dan ini. Namun sebenarnya ia dibuat lupa (oleh Allah ‘azza wa jalla)” [HR. Al-Bukhari no. 5039 dan Muslim no. 791].
لا يَقُلْ أَحَدُكُم : نَسِيْتُ أَيَةَ كَيْتَ وَكَيْتَ بَلْ هُوَ نُسِّيَ
“Janganlah seseorang dari kamu mengatakan : ‘Aku lupa ayat ini’. Karena sesungguhnya ia dibuat lupa (oleh Allah ‘azza wa jalla)” [HR. Muslim no. 790 dan 229].
Diantara amal yang keutamaannya sangat besar dalam Islam, yang ini merupakan tugas para Nabi 'alaihimish-shalaatu was-salaam, dan tugas orang-orang yang mewarisi jalan atau mengikuti jalan mereka, adalah berdakwah di jalan Allah Subhanahuwa Ta'ala, menjadi sebab tersebarnya ilmu sunnah kepada manusia, yang ini sungguh merupakan keutamaan yang besar, sampai-sampai disebutkan oleh Imam Ahlussunnah dari kalangan tabi'ut tabi'in, Abdullah Ibnul Mubarok al-Marwazi rahimahullahu ta'ala, dalam ucapan beliau :
"Aku tidak mengetahui setelah derajat kenabian, yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu sunnah kepada manusia."
Yang bisa melakukannya tentu bukan cuma orang yang bisa dikatakan sebbagai ustadz saja, siapapun kita bisa ikut serta dalam kebaikan tersebut.
Kenapa dalam urusan-urusan dunia kita berlomba-lomba meraih keutamaan, untuk urusan agama kita mengalah untuk sebagian orang saja ?
Siapa yang tidak ingin menjadi pewarisnya para nabi, siapa yang tidak ingin menjadi orang-orang yang ikut serta dalam menyebarkan sunnah Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam, yaitu dengan cara menjadi pelajar agama, kemudian berusaha semaksimal mungkin dengan sarana yang kita miliki untuk menyebarkan kebaikan ini kepada manusia. Demi Allah, tidak ada yang lebih utama daripada amal kebaikan tersebut bagi orang-orang yang mengharapkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahuwa Ta'ala.
Cuma tentu, kita perlu mengikhlaskan diri, Imam Syafi'i rahimahullahu ta'ala ketika beliau diterangkan tentang kitab-kitabnya, buku-buku yang ditulisnnya demikian tersebar, maka beliau mengatakan :
"Aku sangat mengharapkan manusia mengenal kebenaran dalam kitab-kitabku tersebut, meskipun tidak dinisbatkan kepadaku satu huruf pun darinya."
Inilah puncak dari keikhlasan, inilah keutamaan yang besar, menjadi sebab tersebarnya kebenaran disertai dengan tidak mengharapkan balasan pujian dan sanjungan manusia. Semoga Allah Subhanahuwa Ta'ala menganugerahkan taufikNya pada kita dalam segala kebaikan.
There is a very common myth about psychology in which people believe they will alleviate their anger by “letting it out”. This is such a popular concept that many therapies have grown up around it – things like punchbags, squeeze balls, etc. In fact, the opposite is found to be true. When a person expresses their anger regularly, it becomes habit forming. While there may appear to be a temporary relief from the anger when you smash a plate against the wall, ultimately your fits of anger will become an addiction and you will begin to seek out more reasons to become angry – in order to achieve that nice feeling. So ultimate, the best thing to do: bottle it up!
Sore itu, setengah tahun yang lalu… Terlepas sudah gelar mahasiswa dari pundakku. Digantikan dengan gelar sarjana sains yang melekat di belakang namaku.
Ah Pena… Seandainya kau rasakan kebahagiaanku ketika itu. Isak haru ibu, ucapan selamat dari dosen dan sahabat. Sore itu, senyum tak lepas dari bibirku.
Ah Pena… Sedikit gamang menyelimutiku ketika itu. Apa yang akan aku lakukan setelah lulus ?
Melanjutkan S2 ? Ah rasanya berat, wahai Pena… Cukup sudah rasanya aku mengejar ilmu dunia. Cukup sudah aku merasakan betapa tidak nyamannya harus bercampur-baur dengan lawan jenis yang bukan mahramku. Cukup sudah kuliah, tugas, dan serentetan praktikum yang menyita waktuku…
Kerja ? Sayang rasanya hijab syar’i ini harus kutanggalkan demi mengejar setumpuk kekayaan. Sayang rasanya bila kulitku ini harus legam karena sering keluar rumah. Sayang rasanya jika wajah ini harus diumbar karena tuntutan pekerjaan. Terlalu sayang, wahai Pena…
Ah Pena… Mungkin menikahlah yang pas untukku saat ini. Kau tahu, wahai Pena, bayang indah pernikahan berkelebat dalam pikiranku. Mungkin untuk ukuran orang sekarang, usiaku terlalu dini untuk menikah. Akan tetapi, aku ingin membuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bangga karena banyaknya umat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam kelak. Dan tak lain dan tak bukan, tujuan itu hanya bisa tercapai jika aku menikah dan mempunyai keturunan yang shalih dan shalihah. Keturunan yang akan menambah bobot bumi dengan kalimat tauhid. Sungguh indah kan, Pena?
Akhirnya, belum genap tiga bulan dari hari pendadaran skripsiku, akupun menjalani wisuda S3. Lho? Iya, wisuda menjadi S3 (estri/istri). Aku dipersunting oleh seorang pria tampan dan baik hati yang kini nomor handphone-nya kusimpan dalam phonebook-ku, dan kunamai ia dengan sebutan “zauji”.
[selesai].
Sebuah tulisan menarik yang telah saya baca berulang kali……
Dikutip dari sini.__________________________________________________________